Sunday 3 December 2017

Belajar dari Sebuah Gambar



saya ingat mengambil foto ini sekitar dua tahun yang lalu saat saya menunggu bapak saya selesai jam kerja. di bawahnya ada angkringan dan seperti biasa, saya menunggu sambil minum es teh. saya ingat sekali waktu itu saya bilang dalam hati, es tehnya enak deh besok ke sini lagi ah. Hehehe. sebagai penggemar berat es teh, saya memang sudah biasa "menandai" tempat tertentu dalam hati dan sengaja mendatanginya untuk ke dua-tiga kali. waktu itu uang kembaliannya tidak ada, saya bilang tidak apa apa, besok saya ke sini lagi. 

tapi ternyata sampai sekarang saya tidak sempat ke sana lagi, saya tidak ingat karena apa. sekarang pohon itu sudah tidak ada, angkringan entah ke mana dan ayah saya sudah purna bakti dari pekerjaannya.

sangat sederhana, tapi saya mengambil sedikit pelajaran. waktu berlalu, dan ternyata segala sesuatu berubah. perubahan itu terjadi dengan cepat. kadang kita merasa masih memiliki waktu untuk berbuat sesuatu, tapi saat menyadarinya sesuatu itu telah berlalu.

apa yang kita rencanakan, tak dapat kita lakukan, maka itu hendaknya saat berencana kita ucap jika Allah menghendaki

anyway, di mana ya angkringan itu sekarang? #hehe #pertanyaanpenting

sesuatu yang ditangkap mata bisa menjadi memori, sesuatu yang dimaknai hati bisa menjadi pelajaran yang berarti

Klaten, 3 Desember 2017

Saturday 18 November 2017

Bahasa Orang Tua dan Anak

gambar Asma untuk Ayah dan Bunda


minggu lalu kakak saya sakit, dan harus dirawat beberapa hari di rumah sakit. karena di rumah sakit anak kecil dilarang masuk, nah Asma, anak pertamanya, nitipin gambar tangannya sendiri buat ayah bundanya. udah pasti langsung mewek deh ya kakakku ini. tapi gambar sederhana itu jadi moodbooster buat semangat sembuh biar cepet pulang ketemu anak-anaknya.
_____
_____

seiring bertambahnya usia, bahasa cinta dan sayang kita dengan orang tua berubah. kita tak lagi mudah saling mengungkapkan dengan kata-kata. tapi semuanya tergambar dari perbuatan dan tak pernah absennya orang tua menyebut nama kita dalam doanya, begitu pun sebaliknya.

apapun yang kita jalani sekarang, salah satu motivasi utama kita adalah membahagiakan orang tua. di sisi lain, orang tua rela membanting tulang untuk menghidupi kita, orang tua dengan sabar merawat kita, mengenalkan kita pada cahaya, suara, benda, kata, mengajari kita bicara, berjalan,berlari, juga bagaimana beribadah dan bersikap, hingga kita bisa menjadi seseorang seperti sekarang.

orangtua pasti pernah kecewa pada kita, tapi rasa sayang dan cinta mereka mengubur rasa kecewanya pada kita. orang tua rela mengorbankan apapun dan rela kehilangan apapun, demi kebahagiaan anaknya, meski mereka memahami bahwa suatu saat nanti anak-anaknya satu persatu akan 'pergi', mungkin untuk belajar, mengejar cita, atau membangun sebuah rumah tangga.

ikatan orang tua dan anak adalah bahasa cinta sesama manusia yang paling indah. semoga di waktu kita yang tersisa, kita bisa selalu menjadi alasan dibalik senyum dan tangis bahagia kedua orang tua kita.

Saya, Bapak, dan Mama, 2015

Terima kasih Bapak dan Mama sudah merawat aku

Klaten, 18 November 2017

Saturday 11 November 2017

Teman yang Paling Setia

......
ketika kita ada dalam kesusahan yang amat sangat, kita kemudian berharap ada teman yang bisa membantu kita.

diantara teman-teman yang kita punya, tentu ada seorang teman yang plg kita andalkan dan utamakan dari yang lain. datanglah kita padanya.
"aku sedang sangat kesusahan, maukah kau membantuku?" // "maaf aku tak bisa sama sekali membantumu dalam hal ini."

kita berpikir ‘ah tak apa, aku masih ada teman yg lain’. teman ini adalah teman yg  lebih sering diingat ketika teman pertama tidak ada.
"temanku, aku sungguh dalam kesulitan, dapatkah kau membantuku?" // "tentu aku begitu ingin membantu, tapi apa daya, aku hanya bisa membantumu setengah jalan saja."

kita sedih, karna merekalah teman terakhir yang kita punya. padahal kita perlu seorang yang bisa membantu hingga akhir. kemudian kita resah, diliputi ketakutan dan hampir putus asa.

tiba-tiba datanglah seorang teman. namun tanpa diminta, ia menghampiri kita. ia adalah teman yang sering kita jauhi dan lupa. saking jarang menghiraukan kehadirannya, kita pun hampir tak mengenalinya.
“kau bisa membantuku?”
ia tersenyum “tentu saja. aku tak akan membiarkanmu di sini sendirian. jangan takut, aku akan slalu mendampingimu & aku yang akan meringankan beban-beban mu”

kemudian kita menyesal telah banyak meninggalkan dan melupakannya. kita baru sadar bahwa teman yang kita anggap menyusahkan justru adalah teman kita yang paling setia.
......

Sekilas cerita diatas adalah perumpamaan.
Kesusahan adalah kematian.
Teman pertama adalah harta.
Teman kedua adalah kerabat.
Dan teman ketiga adalah amal ibadah.

Ketika kita hidup,
Kita begitu mencintai dan mengejar harta
Tapi harta tidak bisa menemani, bahkan menyelamatkan setelah kita mati.

Kita memiliki keluarga dan teman dekat. Baik buruknya kita, mereka yg slalu menemani. Tapi sebatas itu. Persaudaraan dan persahabatan yg tak dilandasi iman hanya bs menemani hingga kita dikuburkan. Kemudian mereka pergi satu per satu. Meninggalkan kita di dalam kubur. Sendiri.

Sedangkan, ibadah dan amal kebaikan adalah hal yg kita hindari, yg paling sering dgn mudah kita tinggalkan, yg kebanyakan di antara kita menganggap kuno, norak, atau berlebihan. Kita lupa. Kita lupa bahwa hidup ini punya tujuan. Bahwa hidup ini sejatinya memiliki ujung. yaitu kematian.

________
________

"Yang mengikuti mayit sampai ke kubur ada tiga, dua akan kembali dan satu tetap bersamanya di kubur. Yang mengikutinya adalah keluarga, harta dan amalnya. Yang kembali adalah keluarga dan hartanya. Sedangkan yang tetap bersamanya di kubur adalah amalnya." (HR. Bukhari, no. 6514; Muslim, no. 2960)

Ya Allah, tolonglah aku untuk selalu mengingat-Mu, bersyukur kepada-Mu dan beribadah dengan baik kepada-Mu.
________
________

Sudah kau jagakah teman setiamu?

Minggu ke-45
dalam 1Minggu1Cerita
Solo, 11 November 2017

Friday 10 November 2017

Rela itu Pahlawan

kita bisa saja hidup hanya fokus mengejar apa yang kita ingin kejar, menghabisi tiap apa yang kita jadikan ambisi, mencintai apa yang sedari dulu kita cita-citai.

tapi apa maknanya hidup mendapatkan semua dan menikmatinya sendirian? setelah mendapatkan satu, kita kembali mengejar sesuatu yang baru, mengejar target yang baru lagi, dan mengejar lagi. sebuah hidup yang hanya berupa pengulangan tanpa makna.

makna kebahagiaan itu bukan dari seberapa banyak yang kita dapatkan tapi seberapa banyak yang mampu kita berikan. maka jangan berhenti menebar kebaikan dan manfaat bagi siapa saja yang kita jumpa, di mana saja kita berada, dan dengan apapun yang kita punya.

relawan yang sibuk berbagi tiada sadar bahwa sesungguhnya mereka telah menjadi 'pahlawan' bagi kehidupan orang lain di luar sana. untuk para relawan, selamat hari pahlawan 😊

Sunday 29 October 2017

Lelah adalah Anugerah

setiap dari kita pasti sedang memperjuangkan sesuatu. dalam proses itu akan ada masa di mana kita merasa lelah dan ingin menyerah. wajar sih, karena tidak ada perjuangan yang tidak melelahkan.

tapi bersyukurlah atas rasa lelah. karena lelah adalah tanda bahwa kita sedang berjuang. lelah adalah tanda bahwa kita sedang bergerak. lelah adalah tanda bahwa kita sedang berubah menjadi lebih baik setiap harinya.

jika perasaan lelah itu datang, ingatlah kepada Allah yang telah mengaruniai kita waktu, kesempatan, kemampuan, kesehatan, kehidupan, yang tentunya tanpa semua itu, mustahil kita bisa merasa lelah. dengan demikian kita bisa merasa justru lelah adalah nikmat.

ingatlah pula kepada mereka yang tiada alpa hadir di samping kita dan mengingat kita dalam doa-doanya. ada banyak orang yang ingin kita bahagiakan. maka lelah itu tak seberapa, jika bisa membahagiakan orang orang yang kita sayang adalah gantinya.

maka khawatirlah jika hari-hari kita berlalu dengan nyaman-nyaman saja atau hanya berlalu dengan biasa-biasa saja. tanyakanlah pada diri kita sendiri, jangan jangan selama ini kita tak pernah kemana-mana? jangan-jangan kita hanya sedang berhenti. diam di satu tempat.

Sunday 1 October 2017

Adil dalam Mengambil Keputusan

Kita bisa mendengarkan kata semua orang. tapi kita tidak bisa mengikuti semua kata orang

Adil itu tidak bisa terdefinisikan. yang dirasa adil bagi seseorang belum tentu adil untuk orang lain.

Bahkan, seorang hakim yang harus adil memutus perkara pun, putusannya tetap dirasa tidak adil bagi salah satu pihak. Tapi serumit apapun itu, seorang hakim harus berani mengambil sebuah keputusan. Hakim tidak bisa menuruti kemauan semua pihak, tugas hakim adalah mendengar kedua belah pihak, mencari jalan tengah, dan memutuskan.

Setiap hari, kita adalah hakim bagi diri kita sendiri.  Itulah mengapa, hendaknya sebelum kita melakukan atau menyampaikan sesuatu, kita harus belajar melihat dari berbagai sisi, mendengar dari berbagai pihak, dan menelaah apa sebab dan akibat atas apa yg akan kita lakukan.

Yang terpenting adalah bagaimana kita selalu berusaha melibatkan Allah dalam mengambil keputusan. Semoga dengan terus mendekatkan diri padaNya, setiap apapun keputusan yang nantinya kita ambil, ada Hakim Yang Paling Adil yang akan menggerakkan hati dan mengarahkan langkah kita menuju jalan yang terbaik.

Semoga dengan terus mendekatkan diri padaNya, setiap reaksi atas keputusan yang kita ambil, dapat kita sikapi dengan sabar dan lapang dada.

Selama niat kita baik, cara kita baik, itikad kita baik, inshaallah setiap keputusan kita akan menemukan jalannya yang terang. Jika hikmahnya belum didapat sekarang, mungkin dirasakan suatu saat yang akan datang.

1Minggu 1Cerita
Yogyakarta, 1 Oktober 2017

Sunday 17 September 2017

Kemampuan Kita (tidak) Terbatas

Saya selalu mengagumi setiap orang yang saya temui. Saya yakin setiap orang punya sesuatu yang bisa saya jadikan contoh atau pembelajaran untuk diri saya sendiri. Salah satunya adalah, saya belajar banyak dari kegigihan teman saya saat harus terus vertahan dalam keadaan nya yang serba terbatas.


Teman saya berasal dari suatu daerah di Jawa. Awalnya ia tidak pernah bercita untuk kuliah, karena di desanya tidak ada orang yang kuliah. Dalam bayangannya, selepas SMA, ia akan menjadi TKI, melihat beberapa kesuksesan orang-orang di desanya yang mengadu nasib di negeri orang. Namun tak sengaja, ia mendaftarkan ujian masuk universitas, karena saat itu ia hanya ikut teman-temannya yang kala itu sedang antri panjang di ruang guru untuk mendaftar kuliah. Beberapa tahun lalu, mendaftar kuliah tidak seperti sekarang yang bisa online dan upload semudah menekan tombol enter. Jadi saat itu, antrian panjang adalah antrian pendaftaran dari sekolah untuk dikirimkan berkasnya ke universitas. Ketidaksengajaan masuk dalam antrian, membuat dia bingung harus mendaftar jurusan apa, sehingga ia hanya asal menyebut bahwa ia akan mendaftar sama dengan orang yang di depannya. Sesederhana itu.


Dan rencana Allah pun berjalan, tak disangka ia diterima di sebuah universitas negeri di Yogyakarta. Awalnya, ia tidak mendapat restu dari ayahnya karena orang tua nya tak ada biaya. Bekerja sebagai petani saat itu tak mampu memenuhi uang spp apalagi biaya tinggal dan hidupnya di Kota Yogya. Tapi ibunya lah justru yang meyakinkan dirinya sendiri yang mulai goyah karena penolakan ayahnya. Ibunyalah yang meyakinkan ayahnya bahwa dia pasti bisa. Akhirnya ayahnya setuju dengan catatan ayahnya hanya mampu memberinya uang spp 1 semester dan uang kos, serta biaya hidup selama 6bulan. Selebihnya ayahnya tidak bisa menjamin karena memang tabungannya telah habis digunakan untuk itu. Teman saya menyanggupi dan berjanji pasti akan bisa bertahan dan berjuang, ia berjanji akan menyelesaikan studinya.


Alhasil karena biaya hidupnya hanya mampu dicukupi orang tuanya dalam enam bulan, selama empat tahun kuliah selanjutnya, ia tidak punya tempat berteduh dari panas, berlindung dari hujan, dan berbaring untuk melepas lelah. Dihabiskannya hari-hari di tempat yang berbeda, kadang di kos temannya, kadang di sebuah masjid yang dijumpainya, kadang di sekretariat organisasinya, atau kadang di dalam mobil operasional di sekrenya, asasnya dimanapun ia berada ia (harus) bisa merasa nyaman. Dia hanya sedikit memiliki pakaian dan tidak pernah punya buku, supaya ia hanya membawa sedikit barang untuk di bawa kemana-mana. Maka dari itu, demi memenuhi kebutuhannya, di samping kuliah, dia juga bekerja. Saya tidak pernah menyangka di tengah kehidupan kampus yang megah ini, di tengah kehidupan sosial kita yang semakin konsumtif dan menomorsatukan sebuah pengakuan, saya bertemu dengan seseorang yang begitu sederhana dengan pemikirannya yang luar biasa.


Saat kita kuliah cukup fokus dengan hari ini tugas apa, besok ujian apa, ia juga harus berpikir hari ini makan apa dan nanti harus tidur di mana. Saya tidak bisa membayangkan kehidupan bagaimana yang ia hadapi selama empat tahun menempuh pendidikan S1 nya itu. Saya saja tidak kuasa membayangkannya, namun kenyataannya ia sudah menamatkan S1 nya dengan lancar, dan itu adalah bukti bahwa ternyata ia memang mampu melaluinya. Alhamdulillaah, sekarang ia telah memiliki pekerjaan yang tetap dan bisa membantu keluarganya, bahkan juga orang-orang di sekitarnya.


Ternyata selama ini satu hal yang selalu membuatnya kuat, yaitu ibunya. Kekaguman saya tertuju pada sosok ibu yang bagaimanakah yang bisa mendidik anaknya menjadi seseorang yang sekuat teman saya itu. Saya berkeinginan suatu hari harus berkunjung ke rumahnya untuk berkenalan dengan beliau. Tapi suatu hari beberapa bulan lalu saya mendapat kabar bahwa ibunya meninggal dunia. Kabar yang sangat mendadak, karena ibunya tidak pernah mengeluhkan sakit. Saya sedih mendengarnya, seperti ikut merasa kehilangan.


Itulah kenapa saya saya pernah menulis ungkapan kekaguman saya di blog ini dengan judul hormatku untuk ibumu , beberapa waktu lalu. Saya kagum bagaimana beliau bisa mendidik anaknya hingga menjadi seseorang yang dalam menjalani hidupnya selalu berusaha dengan keras, memiliki jalan pemikiran yang cerdas dan memiliki kesabaran yang tak mudah mencapai batas. Terima kasih, dari keluarga ini, saya telah belajar banyak. 

Berjuanglah tanpa batas,
karena satu-satunya batas,
adalah saat di mana kita kembali pada Yang Di Atas

Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. -QS. 2: 286-

Apa yang ada di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal. Dan Kami pasti akan memberi balasan kepada orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. -QS. 16:96-


1 Minggu 1 Cerita
Yogyakarta, 17 September 2017

Sunday 3 September 2017

Harapan dalam sebuah Cobaan


Akhir-akhir ini saya jarang mengunjungi dan “menyirami” blog saya. Semoga tidak layu sebelum berkembang ya. Haha, mengingat blog ini baru saya buat di awal tahun. Sepertinya kalau saya tidak mengikuti writing project bersama 1 Minggu 1 Cerita, makin lupa lagi saya dengan blog ini. Memang ya benar kata orang, berubah itu mudah, yang susah itu istiqomah. Semoga blog saya  tidak lagi saya anak tirikan hiks. Padahal setahun belum ada masa iya mau berhenti gitu aja. Rasanya sayang juga kan ya. Cie sayang.

Btw bicara tentang sayang, beberapa waktu yang lalu ketika berdiskusi bersama teman, teman saya bercerita tentang suatu kehidupan rumah tangga, di mana salah satu pasangan begitu sibuk luar biasa. Jadi karena suatu hal, sang istri sedang mengemban tanggung jawab pesar pada pekerjaannya, sedang sang suami berada dalam tahap tidak begitu banyak kesibukan. Sang suami mengeluh jika istrinya tidak pernah punya waktu untuknya. Setiap hari selalu disibukkan dengan kerja, rapat, lapangan, dan sebagainya. Sedangkan di sisi lain, istrinya mengaku bahwa suaminya terkadang mengajak pergi di waktu yang sama ketika ia harus melakukan pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan, waktu-waktu di luar pekerjaannya pun selalu ia usahakan untuk ada di samping suaminya. Seolah banyak hal yang telah dilakukan oleh sang istri menjadi tidak ada harganya hanya karena sang istri tidak bisa diajak jalan jalan secara mendadak.

Kemudian saya teringat kata-kata sahabat kecil saya ketika dulu saya pernah curhat kegalauan saya menghadapi masalah. Begini katanya

Kalau kata ustadz , setiap orang hidup pasti punya cobaan, cobaannya beda-beda, ada yang dcoba di hubungan dengan orang tuanya, hubungan dengan saudaranya, ada yang dicoba di hubungan dengan suami/istrinya, ada yang dicoba di jodohnya, kesehatannya, karirnya, sekolahnya, lingkungannya, dll.

Dan biasanya cobaannya itu di hal yang paling dia cinta dan dia jaga. Maryam yang sangat menjaga kesuciannya dicoba dengan tiba-tiba memiliki anak tanpa suami, Ibrahim yang menanti anak lama dicoba dgn diperintahkan menyembelih anaknya,. insya Allah pasti ada jalan kalo kita semakin mendekat ke Allah.

Dihubungkan dalam contoh tadi, jika sang suami mengeluh dan mengaku tertekan, menganggap tidak dihargai dan sebagainya, padahal di sisi lain sang istri sudah begitu banyak mencoba membagi waktu dan selalu meluangkan bahkan terkadang sengaja meninggalkan pekerjaannya hanya demi menemani suaminya makan di rumah atau sekedar hang out, menonton film, dll, alhamdulillaah nya adalah berarti kedua orang tersebut masih ada rasa memiliki satu sama lain. Jika dirasa hal tersebut paling mengganggu pikirannya, berarti memang selama ini hubungan itulah yang paling mereka jaga dan mereka cinta. Nah mungkin memang sedang diuji dengan waktu dan komunikasi.

Saya belum menikah, jadi kurang tahu juga sih, tapi katanya di artikel yang pernah saya baca, dalam suatu hubungan suami istri itu porsi saling "memberi" tidak selalu 50:50. Kadang karena suatu hal, A baru bisa memberi 30% maka B hrs memberi 70%. Dan sebaliknya mngkn krna suatu hal, kadang B hny mampu memberi 40% maka A hrs memberi 60%. Tapi yang pntg kasih syang di dlmnya selalu 100%.

Menerima kelebihan seseorang itu biasa, yang luar biasa itu jika kita bisa menerima kekurangan seseorang. Jangan karena kekurangan satu hal menutup banyak kebaikan lain yang selalu diberikan buat kita. Semoga deh nanti kalau sudah Allah izinkan membina rumah tangga, semoga bisa saling membuka hati buat memaafkan dan saling berbesar hati utk minta maaf. Saling introspeksi dan melihat seberapa jatuh bangun perjalanan hidup bersama yang telah dilalui, melihat anak-anak, atau bahkan cucu-cucu, atau bahkan cicit nanti, bisa menjadi kekuatan sekaligus harapan untuk bertahan melalui segalanya bersama.Ihiiiiy~~

Pokoknya yang pntg kita emua harus ada usaha untuk memperbaiki diri dan jd lbh baik. Hrs sabar dan selalu bersyukur. Semoga Allah memberikan kita keluarga yang sakinah mawaddah warahmah. Bersama sampai di jannah. Aamiin.

1Minggu 1Cerita
Klaten, 3 September 2017

Thursday 17 August 2017

17an dalam 1-7an

Kalo perbedaan itu bikin perpecahan, Pahlawan kita ga mungkin bisa membawa kita dalam kemerdekaan. Jadi jangan jadikan perbedaan sebagai alasan untuk ga bisa bersatu dalam kebersamaan.

Berseberangan dalam hal pemikiran itu hal biasa. Jangankan pemikiran, dari luar pun kita sudah lahir dari latar belakang yang berbeda beda, dari suku, agama, adat, kebiasaan, dan lain lain. Bersatu itu ga harus dipaksa untuk bercampur jadi satu. Tapi bersatu itu berjalan beriringan untuk sebuah tujuan yang satu.

Jadi siapa kita, dari mana kita, sebagai apapun kedudukan kita sekarang, berikanlah kontribusi terbaik untuk bangsa. Jangan hanya menuntut dan merutuki pemerintahan tanpa solusi atau kontribusi yang nyata.

Alhamdulillah ya jaman dulu banget belum ada gadget, jadi saat lelah dikuasai penjajah, Para Pejuang ga update status dengan sumpah serapah untuk para penjajah. Beliau semua menggerakkan raga dan jiwa nya untuk bersatu karena punya tujuan yang satu, yaitu merdeka. Semoga Allah menjadikan akhir hidup Para Pahlawan baik yang kita kenal namanya maupun yang tidak, sebagai akhir yang husnul khotimah.

Semoga nikmat kemerdekaan ga membuat kita terlena hingga hanya menjadi sebuah euforia perayaan tanpa makna. Daripada mencaci lebih baik kita saling mendoakan bangsa kita, dan Para Pemimpin kita semoga berada di jalan yang lurus dan diridhoi Allah.

Selamat mempertahankan kemerdekaan dengan karyamu. Mulai dari diri sendiri, dari hal kecil, dan dari lingkungan terkecilmu.

Berbeda itu biasa, asal masih ada Merah Putih di antara kita.

Dirgahayu Republik Indonesia ke 72
17 Agustus 2017


Tuesday 11 July 2017

Eksistensi

Di saat kita mengejar eksistensi di dunia maya,
di saat itulah kita melewatkan momen momen terbaik di dunia nyata.

Kita hadir sekedar merekamnya dalam genggaman tangan,
tapi tidak merekamnya dalam ingatan.

Waktu terus berjalan,
dan tanpa sadar kita kehilangan
akan sesuatu yang disebut kenangan.

Tak ada yang bisa dikenang,
selain susah payahnya melindungi gambar dari "polusi" tangan-tangan,
atau bagaimana cara mendapatkan
gambar terbaik untuk dibagi pada beranda teman-teman.

Letakkan sejenak gadgetmu,
lihat sekitarmu,
dan nikmatilah momenmu.

Yogyakarta,
6 Juli 2017




Percayalah mata, hati, dan telinga adalah perekam  yang terbaik
 -Prawitamutia-

Monday 19 June 2017

Kenapa ya

Kenapa ya perihal perasaan cinta begitu mengaduk dan menguasai sebagian besar kepala kita. Entah perihal jatuh cinta, cinta dalam hati, bertepuk sebelah tangan, diputusin, diselingkuhin, dll. Tapi ya namanya perasaan, kita gabisa sih memaksakan orang lain untuk tidak memikirkan atau membesarkannya seolah hidup ini hampa tanpa cinta darinya, padahal masih banyak lho orang yang sayang kita.

Maksudku, ayo dong, semakin hari kita semakin dewasa lho dan waktu kita makin berkurang. Ada begitu banyak hal yang juga harus kita perhatikan daripada sekedar meratapi status jomblo. Jodoh kita udah ada dan pasti kok, bahkan jauh sebelum kita lahir di dunia.

Kenapa kita ga memenuhi pikiran kita dengan segala hal di sekitar kita yang harus diperhatikan dan butuh aksi nyata dari kita.

Gimana nasib orang di sekitar kita yang kurang mendapat akses pendidikan, gimana orang di sekitar kita tidur berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya, kita bisa bantu apa ya

sepuluh hari terakhir ramadhan apa yang sudah kita lakukan ya, banyak banget buka bersama fancy yang harus didatengin nih,

siapa aja sih nabi rasul kita, siapa aja sih sahabat nabi yang dijamin masuk surga, kayanya kita lebih hafal aktor korea, artis hollywood, atau personil boyband deh daripada nabi dan sahabatnya, emang amalannya apa ya kok bisa dijamin masuk surga,

kuliah, skripsi kita bagaimana ya kabarnya, padahal teman teman yang lain bisa lho kenapa kita enggak ya, jangan jangan ada yang salah nih sama diri kita

teman kita yang lama tidak pernah kita sapa, ada di mana ya sekarang, bapak ibu sekarang lagi apa ya, kakak adek sekarang lagi suka apa ya, kapan ya terakhir ngobrol

waktu lihat tv kok ada operasi tangkap tangan KPK, siapa sih yang ditangkap, apa ya kasusnya,

kok sekarang dimana mana teriak intoleran, emang kenapa sih kok tiba tiba semua panik, akar masalahnya apa ya, jangan jangan kita cuma ikut ikut cinta Pancasila teriak toleransi, tapi melihat keyakinan orang lain untuk berpakaian aja kita memandang sebelah mata,

kenapa ya kalo buka hp ngelihat berita artis kita ketawa sendiri bacain komennya, kita heran sama orang yang komen seenaknya,nyinyir sekenanya, haha kenapa sih orang orang ini ngurusin hidup orang lain, tapi ga sadar kita menikmati dan terus cari berita yang serupa, kenapa ya kita

terus pas buka youtube ada siaran ulang, ada anak 8 tahun yang hafal 30 juz Alquran, hafalan kita sampai mana ya, kapan terakhir kita baca alquran,..

ada video orang ga punya tangan kaki,atau ga bisa melihat, sampai susah payah untuk datang ke masjid, pas azan kita ngapain ya,

kenapa hati kita ga tergerak ya…

Banyak hal yang harus lebih kita perhatikan, tapi kita sibuk dengan urusan kita sendiri. Kita sibuk menangisi kisah percintaan kita yang bahkan udah dijamin sama Allah endingnya. Sedangkan “ending” hidup kita, karya kita, manfaat apa yang bisa kita tinggalkan, itu ga dijamin sama Allah. Kita yang harus bergerak dan berubah.

Sekali kali mungkin kita perlu membuka mata hati telinga kita dan bertanya dalam hati, kenapa ya, aku harus melakukan apa ya untuk ikut memperbaiki semuanya….

Tidak bermaksud menggurui, hanya mengajak untuk merenungi

Yogyakarta,
20 Juni 2017

Monday 5 June 2017

Titik Buta

tidak semua broadcast membosankan untuk dibaca. seperti salah satu yang entah siapa dulu pertama kali menulisnya, menurut saya ini adalah penggambaran sederhana namun menarik tentang "nasihat". terima kasih untuk siapapun pertama kali yang memantik untuk menuliskannya.barusan saya tidak sengaja menemukannya di notes hp saya dan telah saya tambahkan beberapa bagian. semoga yang singkat ini bisa bermanfaat.

semua atlet memiliki pelatih. padahal jika antara pelatih dan atletnya disuruh bertanding, belum tentu pelatihnya akan menang.

mungkin kita bertanya-tanya, mengapa seorang atlet butuh pelatih kalau bisa saja justru ia yang akan menang melawan pelatihnya?

ketahuilah bahwa seorang atlet butuh pelatih bukan karena pelatihnya lebih hebat, tapi karena ia membutuhkan seseorang untuk mengingatkan, mendorong, memotivasi, mengkoreksi, dan melihat hal-hal yang “tidak dapat dia lihat sendiri".

hal yang tidak dapat kita lihat dengan mata sendiri itu yg disebut “blind spot” atau “titik buta”. kita hanya bisa melihat “blind spot” dengan bantuan orang lain.

dalam hidup, kita butuh orang-orang untuk mengawal kehidupan kita, sekaligus untuk mengingatkan kita seandainya prioritas hidup kita mulai bergeser.

kita butuh orang lain yang
- menasihati,
- mengingatkan, bahkan
- menegur jika kita mulai melakukan sesuatu hal yg keliru, yg mungkin tidak kita sadari.

kita butuh kerendahan hati untuk
- menerima kritikan,
- menerima nasihat, dan
- menerima teguran
karena hal itulah yang justru menyelamatkan kita.

kita bukan manusia sempurna.
jadi, biarkan orang lain menjadi “mata” di area blind spot kita, sehingga kita bisa melihat apa yang tidak bisa kita lihat dgn pandangan kita sendiri.

maka bersyukurlah jika masih ada yang mau repot repot menegur atau menasihati kita, itu berarti mereka masih peduli dan ingin kita berubah menjadi lebih baik.

begitupun, tak perlu resah jika ada orang yang mengatakan dalam diri kita ada sesuatu yang salah. berbesar hatilah. bukankah hal itu bisa jadi bahan kita untuk bermuhasabah?

dan yang tidak boleh dilupakan, sudah pasti seorang pelatih akan mengingatkan atletnya dengan tujuan kebaikan, bukan dengan tujuan untuk menjatuhkan. maka di kala kita sedang berperan menjadi "pelatih" bagi orang lain maka sampaikanlah dengan cara yang baik.

mari saling menasihati (dengan baik) di dalam kebaikan ☺

Orang-orang yang bertakwa tidak ada tanggung jawab sedikit pun atas (dosa-dosa) mereka; tetapi (berkewajiban) mengingatkan agar mereka (juga) bertakwa.
(QS Al-An'am: 69)

Serulah (manusia) kepada jalan Rabbmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Rabb-mu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.(QS An-Nahl: 125)

Dan dia termasuk orang-orang yang beriman dan saling berpesan untuk bersabar dan saling berpesan untuk berkasih sayang. (al-Balad: 17)

Berilah nasihat kepadaku ketika aku sendiri, dan jauhilah memberikan nasihat di tengah-tengah keramaian. karena nasihat di tengah-tengah manusia itu termasuk satu jenis pelecehan yang aku tidak suka mendengarkannya. jika engkau menyelisihi dan menolak saranku
maka janganlah engkau marah jika kata-katamu tidak aku turuti
-Imam Syafii-

Saturday 27 May 2017

Ramadhan



شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَىٰ وَالْفُرْقَانِ ۚ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ
Bulan Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur'an, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan yang batil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu ada di bulan itu, maka berpuasalah.

QS. Al Baqarah 185

Alhamdulillaah Allah memberi kita kesempatan untuk bertemu dengan bulan Ramadhan tahun ini. Mari kita maksimalkan kesempatan ini sebagai momen untuk mebuat perubahan hidup ke arah yang lebih baik. Mungkin adalah Ramadhan terakhir kita. Maka kita harus membuat ini menjadi Ramadhan terbaik selama hidup kita.  Karena kita tidak pernah tahu apakah kita masih akan mendapatkan kesempatan bertemu kembali dengan bulan Ramadhan yang selanjutnya :") Bismillaah, happy fasting!



Saturday 20 May 2017

20 Mei ke 25

Terima kasih bapak dan mama sudah merawat, mendidik, dan menyayangi aku dengan sepenuh hati. Semoga Allah selalu menyayangi dan memberkahi bapak dan mama di dunia hingga di akhirat nanti. Terima kasih bapak dan mama sudah memberi aku nama Bangkit. Sejatinya, bapak dan mama lah alasanku untuk selalu bangkit.

Sunday 14 May 2017

Seringnya Kita

Seringnya kita tertawa lebar saat dilimpahi nikmat,mengekspresikan kebahagiaan kita seolah dunia harus tau segalanya. tak peduli apakah saudara disamping kita sedang dalam kesulitan yang pelik, atau sedang punya beban yang melilit. Yang penting kita sedang bahagia. Itu saja.

Seringnya saat kita lelah, kita berharap ada bahu yang setia menawarkan diri menjadi sandaran, ada tangan yang rela memberikan pijatan menghilangkan pegal dikaki dan kebas ditangan, atau seminimalnya ada tangan yang menepuk pundak kita meyakinkan bahwa kita masih kuat, atau sekedar tatapan teduh yang mengisyaratkan bahwa masih ada kawan yang senantiasa bersedia membersamai. Itu sering jadi harapan kita terhadap orang lain, tapi sebaliknya jika orang lain yang mungkin kelelahan; jangankan untuk meringankan lelahnya, meliriknya dan menanyai kabarnya pun, seringkali kita tak sempat. Kita masing-masing sibuk dalam dunia kita sendiri.

Seringnya kita saat memberikan amanah kepada orang lain, berharap orang itu mampu bekerja dengan professional dan baik. Kita hanya mengharapkan mereka bekerja dengan baik. Namun jarang sekali kita berusaha mengetahui beban-beban pribadinya semisal kesehatan, finansial dan akademik, apakah semua itu juga berjalan dengan baik ataukah tidak?. Seringnya kita lupa, bahwa terkadang seseorang berupaya memenuhi komponen profesionalitas yang kita harapkan, sampai akhirnya ia lalai untuk profesional dalam urusannya sendiri, ia lalai dalam mengurus dirinya sendiri. Dan parahnya kita selalu terlambat menyadari, bahwa kita sudah mengabaikan banyak hal mengenai saudara kita selama ini.

Mungkin saja kesalahan ada pada diri kita sendiri. Kita tidak bisa memaksakan orang lain memenuhi
Mengandaikan sesuatu tak memperbaiki apapun. Tetapi mengevaluasi diri sendiri dan keadaan lah yang memperbaikinya. Semaksimal apapun kita berusaha, . Karena kita harus belajar melihat sesuatu tidak harus dari sudut pandang kita sendiri. Kita tidak bisa memaksa seseorang berkomitmen. Tetapi berpegag teguh pada komitmen adalah pilihan.

Seringnya kita, saat susah sedih dan gundah, kita berharap dan berharap dan berharap ada orang lain yang bersedia meringankan, membersamai, menolong, atau bahkan mengambil alih beban-beban kita dengan suka rela. Padahal semua yang dilimpahkan pada kita sudah diatur kadarnya; berapa orang yang akan membersamai, berapa banyak yang harus ditanggung, berapa pelik yang harus dihadapi. Semua diatur sesuai kadar. Tak ada yang salah dan tak ada yang tertukar. Tapi kita masih saja berharap kepekaan untuk meringankan, dari manusia-manusia yang juga sedang berharap hal yang sama dari kita.

Padahal ada yang senantiasa berharap kita datang tersedu disepertiga malam mengadukan segalanya pada-Nya. Mengembalikan seluruh pengharapan hanya pada-Nya. Memohon dukungan dan kekuatan hanya pada-.

Don’t depend on yourself, Don’t depend on other people: Depend on Allah. Depend on Allah. Depend on Allah.

©Hanifah | 2015
Sebuah tulisan yang baik untuk direnungkan dari cakrawalabiru.tumblr.com
_________________________________________
Semoga diam kita bukan karena tidak mau bicara, sendiri kita bukan karena tidak ingin diganggu. Tapi diam dan sendiri kita menjadi saat di mana kita merenungi apakah semua yang ada di kepala kita sudah sejalan dengan apa yang ada di dalam hati. Bukalah mata untuk melihat sesuatu dari berbagai sudut pandang dan bukalah hati agar dapat menerima segala sesuatu dengan lapang. Semoga dengan demikian kita belajar lebih peka terhadap banyak hal di luar diri. Karena dimanapun kita berdiri, kita ini tidak hidup sendiri. Baik-baiklah dalam membawa diri.

Klaten 14 Mei 2017

Sunday 7 May 2017

A picture to remember

Setelah sekian lama tidak datang di rumah solo, saya berkesempatan untuk mampir sebentar.  Selalu ada perasaan yang berbeda ketika saya menginjak rumah itu. Sejak kecil sampai SMA, saya tinggal di rumah itu. 18 tahun kenangan saya ada di rumah itu. Kenangan sejak saya kecil, beranjak remaja, juga belajar menuju dewasa.

Mengingat jarang sekali saya bisa istirahat di rumah solo, saya teringat bahwa saya menyimpan banyak album foto di lemari kamar. Sayangnya kamar itu sudah jadi gudang. Karena itu sesuatu yang menurut saya berharga, saya rela sedikit membongkar kamar untuk mengambil album album foto itu. Alhamdulillah masih ada di tempat terakhir kali saya meletakkannya. hihi tumben ingatan saya benar.

Melihat album foto, membuat saya kembali teringat masa masa dulu. Sebuah album foto yang benar benar mengaduk perasaan saya secara tibatiba adalah album foto ulang tahun saya ke delapan. Bahkan saya hampir lupa bahwa saya pernah merayakan ulang tahun. Ada sebuah foto di mana saya didampingi mama ketika meniup lilin, memotong kue, dan memberikan kue pertama.

Bukan kenangan haru biasa yang saya rasakan, bukan ulang tahun itu yang saya rindukan, tapi ketika saya melihat bahwa saat itu adalah ulang tahun saya yang ke delapan. Ternyata di saat itulah saat saat saya bisa menghabiskan banyak waktu dengan mama. Saya teringat di usia saya yang ke sembilan saya bertemu mama di klaten. Berarti memang saat itulah masa terakhir saya tinggal bersama mama..

Tidak tinggalnya saya dengan mama, bukan karena masalah keluarga atau apa, tetapi karena mama untuk suatu hal harus bekerja dan tinggal di klaten. Saya masih kecil di saat itu untuk bisa memahami itu. Yang saya tahu, sejak mama tidak tinggal bersama saya, hari hari saya berubah drastis.

Tidak ada yang setiap malam selalu menjaga tidur saya. Tidak ada yang saya lihat senyum di kejauhan untuk menjemput saya sekolah. Tidak ada yang menemani saya mengerjakan PR sambil nonton tv sepulang sekolah. Tidak ada yang selalu mengingatkan saya mengucap bismillaah sebelum makan. Tidak ada mama di setiap pagi saya membuka mata. Tidak ada mama yang mengambil rapor sekolah saya seperti teman teman yang lain. Tidak ada yang memberi paraf setiap saya selesai ujian. Tidak ada yang ingin saya tunjukan bahwa hari ini saya mendapat nilai sempurna dalam hafalan perkalian atau ujian mencongak kala itu.

Saya ingat, di buku harian saya SD, tiap akhir cerita saya selalu bilang bahwa saya kangen mama :"")

Meski demikian, tengah malam kadang mama datang, jam 12 malam, dan pergi lagi paginya setelah subuh. Setiap ada waktu luang mama selalu menyempatkan diri pulang ke solo. Perjalanan malam sendiri sudah jadi hal biasa bagi mama. Dulu saya masih kecil, yang saya tahu, ketika saya kangen mama, saya merengek ingin mama ada saat itu juga, saya tidak tahu bahwa ternyata itu perjalanan yang tidak mudah bagi mama. Maafkan saya ya ma...

Tidak lama kemudian, bukan hanya mama, Bapak juga pindah ke Klaten karena tugas nya berpindah di Klaten. Praktis, sejak saat itu saya tinggal dengan kakak kakak saya. Mas bambang sudah kuliah, Mas Adi di bangku SMA, Mbak Antik di bangku SMP. Namun itu pun juga tidak bertahan lama karena beberapa tahun kemudian, Mas bambang menikah dan tinggal di Klaten, Mas Adi kuliah di Bandung, jadi tinggallah saya dan Mbak Antik di rumah itu.

Sejak saya SMP, saya jarang bertemu dengan orang tua saya. Mungkin karena saya sudah mulai terbiasa, dan orang tua saya juga sedang banyak hal yang harus diselesaikan.

Semasa itu hingga lulus SMA, frekuensi pertemuan saya dan orang tua tidak sesering saat ini. Saat ini tiap akhir minggu inshaallah kami bisa bertemu, sedangkan dulu, orang tua saya mungkin pulang sekitar sebulan sekali. Jadi saya tidak peduli ketika banyak yang mengatakan saya manja karena tiap akhir minggu saya menyempatkan untuk pulang berkumpul bersama orang tua. Bagi teman teman saya, berkumpul bersama orangtua, bersama keluarga, mungkin sudah mereka rasakan di sebagian besar hidupnya. Tapi saya tidak, momen bersama meski sebentar adalah hal yang sangat berharga bagi saya. Saya ingin merasakan hal yang jarang saya rasakan, hal yang dulu begitu saya rindukan. Berkumpul lengkap dengan orang tua saya.

Begitu banyak hal dan pelajaran yang saya dapatkan atas perjalanan hidup saya. Terkadang kita melihat sesuatu itu buruk padahal itu amat baik bagi kita dan terkadang kita menganggap sesuatu itu baik padahal itu tak baik bagi kita. Allah Mahatahu, sedangkan kita tidak mengetahui. Mungkin awalnya kita selalu menyesal kenapa harus begini kenapa tidak begitu, dsb. Padahal kita tidak akan menjadi pribadi kita yang sekarang tanpa melewati itu semua. Ternyata kuatnya kita karena pernah rapuh dan bangkitnya kita karena pernah jatuh. Lesson learned.

Rindu kala Sewindu
Klaten, 7 Mei 2017






Lembaran foto hitam putih
Aku coba ingat lagi wangi rumah di sore itu
Kue cokelat balon warna-warni
Pesta hari ulang tahunku

Di mana pun kalian berada
Kukirimkan terima kasih
Untuk warna dalam hidupku dan banyak
kenangan indah
Kau melukis aku

Lembar monokrom hitam putih
Aku coba ingat warna demi warna di hidupku
Tak akan kumengenal cinta
Bila bukan karena hati baikmu

Tulus-Monokrom

Wednesday 3 May 2017

M(a)y Mind

Bulan Mei selalu jadi bulan yang membuat saya agak galau. Hal ini karena di bulan ini saya lahir, jadi saya selalu terbayang-bayang sejauh ini apa yang sudah saya lakukan dan apa yang belum saya lakukan. 16 hari lagi sebelum menggenapi usia 25 tahun. Seperempat abad. Bukan usia yang tua untuk mengejar asa, bukan usia yang muda untuk menyiakan waktu dengan sia-sia.

Selama hampir 25 tahun ini saya merasa masih banyak merepotkan kedua orang tua, ingin rasanya segera bekerja dan bisa membahagiakan keduanya juga berbagi kebahagiaan dengan kakak-kakak saya, keponakan-keponakan saya, dan semuanya. Banyak sekali yang ingin dibahagiakan. Hehe.

Tapi saya percaya bahwa setiap orang memiliki timeline hidup atau fasenya masing-masing. Yang bisa kita lakukan adalah bagaimana memberikan yang terbaik dari dalam diri kita di setiap fase itu.

Saat ini saya sedang menyelesaikan LPJ Kepengurusan, dan mengejar waktu untuk wisuda. Never imagined before that it would really take my time. Sudah hampir satu tahun saya tidak meluangkan waktu untuk sekedar jalan-jalan atau quality time bersama teman-teman atau bahkan me time untuk diri saya sendiri. Satu tahun ini saya fokus pada KMN dan membagi waktu dengan orang tua supaya saya tetap selalu ada dalam perkembangan kesehatan Bapak. Di sisi lain saya juga harus menyusun tesis sebagai tanggung jawab saya dalam studi ini.

Saya selalu berdoa kepada Allah semoga dilancarkan semua urusan untuk itu. Semoga Mubes dan sertijab KMN berjalan dengan lancar dan kepengurusan berikutnya dapat membangun KMN lebih baik lagi. Semoga tesis saya berjalan dengan lancar dan bisa segera semhas dan pendadaran. Semoga Allah selalu memberi kesabaran bagi Bapak dalam menghadapi sakitnya, dan semoga kami sekeluarga bisa pula diberi kesehatan dan kesabaran.

Ya Allah mudahkanlah, sesungguhnya tidak ada yang mudah kecuali yang Engkau mudahkan, dan hal yang sulit pun akan menjadi mudah jika Engkau menghendakinya untuk menjadi mudah. Bismillaah. Laa haula wa laa quwwata illaa billaah.

Yogyakarta, 4 Mei 2017

Sunday 23 April 2017

Tujuan Hidup

ksepian itu bukanlah ketika sendiri tanpa pasangan, karena sejatinya kita masih punya keluarga dan banyak teman.
kesepian itu bukanlah ketika sendiri dalam ruangan, karena imaji pun bisa membawa kita pergi menelusuri harapan dan angan-angan.

kesepian yang sebenarnya adalah ketika kita telah melakukan banyak hal, mendapatkan banyak hal, tapi tak merasakan apa apa. itulah sebuah hidup tanpa tujuan.

hiduplah bukan sekedar hidup. karena ada yang membedakan kita, manusia, diantara semua makhluk hidup,yaitu akal pikiran.

dunia ini sudah dipenuhi oleh jutaan atau bahkan milyaran manusia. kita hidup di dunia, sebuah bagian yang sangat kecil di dalam tata surya.

besar dan indahnya alam semesta
menunjukkan bahwa semesta ada karena ada Sang Pencipta
teraturnya alam semesta menunjukkan bahwa semesta ada karena diatur oleh Yang Merajai Alam Semesta

tidak pernahkah kita berpikir untuk apa kita ada?
apa tujuan hidupmu hingga hari ini?

Sunday 9 April 2017

Hormatku untuk Ibumu

Aku kehilangan seseorang yang belum sempat aku berkenalan dengannya
Tapi aku mengenalnya dari banyak ceritamu akan setiap kebaikannya

Aku kehilangan seseorang yang belum sempat aku menemuinya
Tapi aku mengetahui wajah dan sosoknya dari gambar yang kamu simpan karena kenangan di dalamnya

Aku kehilangan seseorang yang belum sempat aku  cium tangannya
Tapi aku menghormati dari lubuk hatiku yang paling dalam kepadanya

Beliau adalah alasan kamu berjuang dengan keras, berpikir dengan cerdas, bersikap dengan tegas, dan bersabar tiada batas

Orang yang kita sayang, tidak pernah benar-benar meninggalkan kita, mereka tetap tinggal di hati kita

Maka sapalah dalam doa, Selamatkanlah beliau melalui khusyuknya ibadah, Semoga kamulah amal jariyah, seorang anak sholeh yang menjadi kuncinya menuju jannah.

Ya Allah ampunilah dosanya, terimalah semua amal kebaikannya, lapangkanlah kuburnya, indahkanlah penantian hari akhirnya dengan menggantikan sempitnya alam kubur menjadi pemandangan surga seluas mata memandang.

Ibu Susilowati, terima kasih, karena telah  mendidik seorang anak hingga menjadi teman yang hebat dan kukagumi.

Hormatku untuk Ibumu,
yang telah pergi lebih dulu

1Minggu1Cerita
Klaten 9 April 2017

Sunday 2 April 2017

Menguatkan Sinyal-Sinyal Rezeki

Setiap orang memiliki fasenya masing-masing. Kita terkadang membandingkan diri kita dengan orang lain. Kita melihat si A sudah bekerja di suatu perusahaan ternama atau si B sudah menikah dan memiliki seorang bayi yang mungil dan lucu.

Mencari lebih nya seseorang tidak akan ada habisnya jika hanya materi yang jadi tolak ukur utama. Sebaliknya, bila kita merubah sudut pandang dengan merasa cukup terhadap apa yang kita punya, maka kita akan hidup dengan dipenuhi rasa syukur. Ketika melihat A sudah bekerja, rasanya ikut senang melihat A mendapatkan mimpinya, ia pasti telah berjuang dengan keras, alhamdulillaah aku bisa belajar banyak dari perjuangannya. Ketika melihat B sudah menikah dan memiliki anak, kita ikut bergembira atasnya dan mendoakan mereka jadi keluarga yang diridhoi Allah, alhamdulillaah mungkin Allah memberikan aku waktu lebih agar kumanfaatkan waktu yang ada untuk berbakti penuh pada orang tua.

Usia, Rezeki, dan Jodoh adalah Takdir yang sudah ditetapkan 


Semua telah tertulis jauh sebelum kita lahir ke dunia. Tidak akan ada yang luput. Seseorang tidak akan meninggal hingga dicukupkan seluruh rezeki yang telah digariskan baginya. Sebenarnya justru rezekilah yang mencari kita. tinggal bagaimana kita menjadi pribadi yang siap menjemput rezeki. Maka jangan takut tidak mendapat rezeki, tetapi takutlah jika kita tidak mengenal siapa Pemberi Rezeki. Takutlah tidak tahu bagaimana cara yang benar menjemput rezeki, tidak tahu syukur atas rezeki yang kita nikmati, tidak bersabar ketika Allah menahan rezeki yang ingin kita miliki, tidak ikhlas ketika Allah mengambil apa yang dititipi.


“Allah tidak merubah nasib suatu kaum jika ia tidak merubah nasibnya sendiri"



Rezeki sudah ada, Allah sudah ciptakan dan sediakan tempatnya.
Tinggal kita yang merubah diri kita.
Berubah
dari abai menjadi patuh,
dari malas menjadi rajin,
dari lalai menjadi taat,
dari lupa menjadi ingat.


Maka Allah akan menuntun. Allah akan memngaruniai kita sebuah kecenderungan hati. Keinginan kita akan menginginkan apa yang sudah ditetapkan. Diri kita akan bergerak menuju apa yang telah disediakan. Sama rasanya seperti orang yang sedang dituntun. Yang tadinya tidak mungkin menjadi mungkin, yang tadinya tidak bisa menjadi bisa. Sehingga membuat kita bekerja, atau belajar, atau berjuang menjadi tenang, tidak resah.


Jika kita tidak taat, lalai sholat, enggan sedekah, bahkan ke masjid pun jarang, dengan mudah Allah akan mencabut ketenangan hati kita. Hati rasanya akan lelah sekali. Meskipun dunia ada di tangan tetapi hati tak jua tenang. Mendapat rezeki tapi tidak ada harganya. Memiliki semuanya tapi tidak menikmatinya. Mirip seperti anak kecil yang merengek minta petasan. Ia bersikeras merengek di pasar agar dibelikan petasan. Jika bisa, petasan terbesarlah yang ia bawa pulang. Tetapi ketika hendak dinyalakan, ia mundur, ia suruh orang lain menyalakannya. Ketika petasan sudah dinyalakan, ia pun sembunyi menutup telinganya, dan orang lain yang menikmati dan melihatnya.


Banyak manusia seperti itu.
Pontang - panting setiap hari tapi tidak mendapat apa-apa. Hampa.
Kita mencari kesibukan dan kesenangan di luar sana. Kita mencari kebahagiaan hingga jauh kesana, padahal kebahagiaan tak pernah kemana mana. Ia ada dalam hati kita.
Hati yang tenang dan penuh iman.


Apa yang menjadi milik kita, tidak akan menjadi milik orang lain, karena rezeki tidak mungkin tertukar. Jangan lupa bahwa rezeki itu amat luas. Bukan hanya materi, tapi kebahagiaan dikelilingi keluarga yang menyayangi, banyak teman yang menemani, punya rasa aman dan nyaman saat bangun di pagi hari, bahkan sebuah tidur nyenyak di malam hari, pun adalah rezeki. Semua yang ada pada kita adalah rezeki dari Allah.


Rezeki ada dimana-mana, jika masih merasa kurang, mungkin "sinyal" kita yang bermasalah. Sudah yakinkah kita dengan rezeki yang akan datang? Sudah syukurkah kita pada rezeki yang sudah ada?

 Rezeki sudah diberikan oleh Allah, sudah diatur dan tersebar dengan luas, untuk menemukannya kita butuh badan yang tak kenal lelah, jiwa yang kaya syukur dan hati yang penuh ikhlas.



Hari ini kamu kelelahan menjemput rezekimu.
Esok hari, rezeki yang menjemputmu, mengejarmu.
Berlelah-lelahlah, hingga rasa lelah kelelahan mengikutimu
-Prawita Mutia-


Minggu kesepuluh dalam 1Minggu1Cerita
Yogyakarta, 2 April 2017

Sunday 12 March 2017

Anugrahening Kushartanti

Adalah nama yang diberikan orang tua ku untuk kakak perempuanku satu-satunya. Aku biasa memanggilnya Mbak Antik.

Nggak heran orang tua kita memberi kata ‘anugerah’ dan 'harta’ disela namanya. Karena Mbak Antik memang salah satu anugerah dan harta yang aku punya. Teman nangis, ketawa, jajan bakso tusuk depan Pak Jenggot langganan depan SD buat lauk makan siang di rumah saking ngefansnya sama tuh bakso, begadang nungguin air ngalir di rumah sampe tengah malem, beli anak ayam warna warni terus dibawa kemana-mana dimasukin kantongan, dll. Nggak terasa sekarang kami sudah tumbuh jadi wanita dewasa. Mbak Antik sekarag berusia 30 tahun, dan aku sendiri berusia 24 tahun.

Mbak Antik adalah orang yang selalu yakin dengan apa yang ia percaya. Saat menikah pun, Mbak Antik memutuskan untuk menentukan calon teman hidupnya dengan cara taaruf. Sebuah cara yang bagi aku pribadi pun hanya bisa dilakukan untuk orang yang benarbenar yakin, percaya, dan berserah diri kepada Allah. Malam ini sebenarnya aku agak baper karena besok pagi Mbak Antik akan menjalani operasi caesar untuk anak keduanya. Melahirkan seorang anak adalah jihad fii sabilillah bagi seorang wanita, maka besok pagi adalah waktu yang ia tunggu-tunggu selama 9 bulan ini. 

Waktu aku kecil, Mbak Antik sering banget bikin aku nangis, tapi ternyata pas kita uda gede, Mbak Antik malah jadi yang lebih sensitif dan sering gampang nangis :) tapi jangan khawatir, karena waktu kecil Mbak Antik selalu terkesan ’lebih kuat’ dari aku, jadi sekarang, aku akan berusaha selalu ’kuat’ di depannya -bahkan ketika kami harus mengalami masa tersulit sekalipun- :’D

Itulah mungkin kenapa orang tua kami memberi kata 'bangkit’ disela nama ku. Kukira supaya aku bisa segera bangkit ketika jatuh untuk bisa melindungi 'harta’ dan 'anugerah’ dalam hidupku :’)

Semoga aku dan Mbak Antik bisa kuat, sabar, dan tegar seperti wanita yang selalu kami sebut di tiap doa. Mama :)

Minggu Keenam dalam 1Minggu1Cerita
Solo, 12 Maret 2017

Sunday 5 March 2017

Tiket yang Hangus

Suatu hari, pukul tiga dini hari saya sudah berangkat ke bandara padahal jam keberangkatan pesawat saya masih pukul enam. Saya berpikir daripada terjebak padatnya jalanan di jam masuk kerja lebih baik saya datang jauh sebelum waktu keberangkatan.

Sesampainya di bandara, ternyata yang berpikir demikian bukan hanya saya. Pada waktu menjelang subuh, bandara sudah penuh dengan orang yang berangkat di pagi buta. semua itu tujuannya hanya satu, tak ingin terlewat waktu agar tiketnya tak menjadi hangus.

Sekilas kejadian itu hanyalah kejadian biasa dan lumrah dalam suatu perjalanan. Tapi tiba-tiba sesuatu menyesakkan dada saya. Saya berpikir bahwa ternyata kita -manusia- selalu berusaha sebisa mungkin siap datang lebih awal hanya karena takut tertinggal pesawat menuju tujuan kita.

Sedangkan untuk sholat, kita tak segan menunda nunda bahkan tak merasa sesal bila waktunya berlalu begitu saja. Subuh kesiangan, dzuhur dan ashar kelupaan, maghrib kelewatan, dan isya kelelahan. Padahal, justru sholat nantilah yang akan menjadi tiket kendaraan utama menuju tujuan akhir hidup kita.

Berapa banyak kah tiket kita yang hangus hingga hari ini...?

Sesungguhnya pertama kali yang dihisab (ditanya dan diminta pertanggungjawaban) dari segenap amalan seorang hamba di hari kiamat kelak adalah shalatnya. Bila shalatnya baik maka beruntunglah ia dan bilamana shalatnya rusak, sungguh kerugian menimpanya.” (HR. Tirmidzi)


Minggu Keenam pada 1Minggu1Cerita
Klaten, 5 Maret 2017


Sunday 26 February 2017

Prioritas

Beberapa bulan ini saya hampir jarang menghabiskan waktu di rumah saat weekend. Kalaupun di rumah, saya hanya bisa satu hari saja, kemudian esok paginya sudah harus kembali ke Yogyakarta. Meski di rumah, kadang pikiran saya tidak di rumah, saya justru banyak kepikiran program-program kerja yang belum selesai, atau kendala-kendala di dalamnya, apalagi ada program kerja cukup besar di penghujung kepengurusan, yaitu Seminar Nasional dan Workshop. Dalam beberapa hal saya sering punya kekhawatiran berlebih, khawatir jikalau sesuatu berjalan tidak sesuai yang seharusnya hingga dapat menyita sebagian besar pikiran saya. Di samping itu, di luar dugaan, jadwal Kelas Inspirasi yang tadinya hari Selasa berubah menjadi weekend, maka praktis, satu weekend saya berkurang lagi untuk bisa dihabiskan di rumah, Belum lagi tesis yang harus segera saya susun demi seminar proposal dalam waktu dekat Insha Allah.

Sejak hari Kamis yang lalu, tiba-tiba saya berkeinginan untuk menyempatkan pulang ke rumah meskipun bukan weekend, tapi saya urungkan karena melihat beberapa persiapan acara Workshop hari Sabtu (25/2) kemarin yang harus dilaksanakan. Sabtu pagi, Mama tiba-tiba menyampaikan di grup keluarga agar semua ke rumah Klaten. Padahal sebelumnya kakakku sudah menyampaikan kalau weekend ini tidak bisa ke rumah Klaten, tapi Mama tetap mengatakan kami semua harus pulang malam minggu kemarin. Saya pun menyampaikan berhubung ada acara Workshop sehari penuh, maka saya baru bisa pulang ke Klaten setelah Maghrib.

Sesampainya di rumah, mobil Bapak tidak berada di tempat biasanya. Saya berpikir mungkin Bapak sedang pergi. Tapi ketika masuk rumah, ternyata Bapak ada di rumah sedang berkumpul bersama kakak-kakakku yang sudah sampai lebih dulu. Maka saya pun berpikir ada yang tidak beres dengan mobilnya.

Saya menanyakan hal itu ke mama, dan saya baru tahu kalau ternyata hari Jum'at kemarin Bapak mengalami kecelakaan sampai pintu mobil terlepas. Saya kaget kecelakaan seperti apa yang membuat pintu mobil bisa rusak separah itu. Ternyata singkat cerita ketika Bapak parkir, dan hendak turun dari mobil, pintu yang sedang terbuka, tertabrak kendaraan lain yang sedang melintas. 

[Bapak memang masih bisa menyetir mobil sendirian, tetapi secara fisik, Bapak sebenarnya tidak cukup sehat. Beliau punya penyakit diabetes, dan syaraf kejepit di pinggang, jadi agak susah untuk berubah posisi dari duduk ke berdiri atau sebaliknya. Kalau jalan, beliau masih mampu tapi dalam jarak dekat saja]


Padahal biasanya jika jauh sedikit, Bapak akan minta diantar saya, Mas Bambang (kakak pertama saya) atau Mama. Tapi jika Bapak sampai berangkat sendiri berarti memang tidak ada yang bisa mengantar. Dalam hati, saya sedikit menyesal kenapa kemarin saya tidak pulang ke rumah :(

____________________________________________________________

Ketika kita semakin dewasa, di saat yang bersamaan, orang tua kita bertambah tua. Sadar atau tidak, terkadang kita mengesampingkan waktu untuk kedua orang tua karena tuntutan kesibukan kita masing-masing. Hal ini jadi pelajaran pribadi bagi saya, mengenai makna sebuah prioritas.

Saya jadi teringat sebuah buku dari Alanda Kariza, yang berjudul Dream Catcher. Saya membacanya ketika lulus SMA. Tetapi saya kurang lebih masih ingat bagaimana ia menggambarkan dengan bahasa sederhana sebuah makna tentang Prioritas.

Akan ada satu titik ketika ada banyak kegiatan yang menuntut kehadiran kita di waktu yang berdekatan. Tapi bagaimanapun juga, kita memiliki berbagai aktivitas yang harus dipenuhi, tenaga yang terbatas, dan waktu yang harus disisakan untuk bertemu dengan orang yang kita sayang. Yang kita harus ingat adalah ketika kita tidak memilihnya bukan berarti kegiatan itu tidak penting. Kita juga harus ingat bahwa ‘urgent’ itu ga selalu berarti 'penting’. Ada hal-hal yang harus dilakukan lebih dulu, ada hal-hal yang diutamakan, dan ada hal-hal yang penting tapi bisa dilakukan belakangan. Nah, Seiring berjalannya waktu, kedewasaan akan menuntun kita untuk lebih bijak dalam menentukan prioritas dalam hidup

Saya sedang tidak mengatakan bahwa program kerja itu tidak penting dibandingkan orang tua saya. Keduanya penting tetapi saya harus lebih belajar bijak membagi waktu. Ada sesuatu yang bisa kita delegasikan kepada orang lain supaya kita bisa membagi waktu untuk sesuatu yang lain. Saya rasa saya harus belajar mengelola kekhawatiran saya yang berlebihan dan belajar mempercayakan sepenuhnya apa yang sudah saya amanahkan kepada orang lain.

Alhamdulillaah, di saat bersamaan kegiatan saya sudah banyak berkurang, jadi semoga saya bisa semakin bijak lagi membagi waktu dan menentukan prioritas dalam sehari-hari.

*Lagipula kalau saya bisa membagi waktu dengan baik kan saya juga tidak perlu 'membolos' minggu ketiga dan keempat dari 1Minggu1Cerita :)) *kemudian dijitak adminnya ^^

Cerita Minggu Kelima dalam 1Minggu1Cerita
Klaten, 26 Februari 2017

Thursday 23 February 2017

Jika Menjadi Orangtua Nanti..

Di usia yang semakin dewasa, selain adanya keinginan atau target untuk menikah, kita juga perlu mulai memikirkan bagaimana kira-kira yang dapat dilakukan nantinya sebagai orang tua supaya bisa mendidik anak-anak kita nanti. Hal ini penting agar orientasi kita untuk menikah bukan sekedar cinta, bukan sekedar keinginan, bukan sekedar sebuah target. Tetapi lebih dari itu, sebagai sebuah Ibadah.

Dalam pernikahan, Allah memberikan rahmah berupa anak. Anak adalah amanah dari Allah yang harus kita jaga. Yang namanya amanah, suatu saat bisa diambil dan suatu saat wajib dikembalikan. Ketika kita mengembalikan sesuatu kepada pemiliknya, maka sudah selayaknya lah kita mengembalikan dalam keadaan sebaik-baiknya.

Mendidik anak sudah dimulai dari bahkan sebelum kita menikah. Bagaimana caranya? Dengan berusaha terus memperbaiki diri dan mendekatkan diri kepada Allah setiap harinya. Bagaimana kita bisa mendidik anak dengan baik jika kita tidak membekali diri kita dengan baik. Maka memperbaiki diri adalah sebuah keharusan.

Seperti kata orang, wanita adalah akar dari sebuah generasi. Jadilah sebaikbaiknya diri kita untuk mempersiapkan diri menjadi guru pertama bagi anak-anak kita nanti. Semoga dengan usaha memperbaiki diri ini, kita nantinya dipertemukan pula dengan seorang laki-laki yang baik dan siap membimbing kita sekeluarga menuju jannah.

Jika nantinya menjadi orang tua, saya akan menanamkan kecintaan kepada Allah sejak kecil. Saya ingin anak kami nanti di setiap langkah yang ia ambil akan selalu ingat dan berserah diri kepada Allah.Saya rasa ini akan menjadi tugas yang berat bagi saya dan suami saya (nanti) sebagai orang tua mengingat perkembangan dunia dan pergaulan yang semakin bebas saat ini.

Saat ini perkembangan segala aspek kehidupan mendorong banyak orang tua jauh lebih resah seandainya mereka meninggal dunia, anak cucunya hendak makan apa daripada jika mereka meninggal dunia, anak cucunya hendak menyembah siapa.

Apakah ketika meninggal dunia nanti, anaknya tetap akan menyembah Allah, atau jangan-jangan harta lah yang diagungkan, jabatan lah yang dielu-elukan, dan kesenangan dunia lah yang dia tuhankan?

Maka dari itu, saya meyakini bahwa kegagalan itu bukan ketika orang tua berhasil dalam karir tetapi anaknya memilih hidup sederhana dengan jalannya sendiri. Bukanlah kegagalan sepanjang anak-anaknya tahu tujuan hidupnya dan punya komitmen yang kuat terhadap agamanya.

Kegagalan adalah ketika anak berhasil melebihi keberhasilan orang tua, tetapi jiwanya gersang, hatinya rapuh, dan iman hampir tak terlihat bekasnya, bahkan telah hilang dari dalam dirinya.

Wahai Dzat Yang Maha Membolak-balikkan Hati, 
teguhkanlah hati kami di atas agama Mu

Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya'qub. (Ibrahim berkata): “Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam (QS. Al Baqarah: 132)

Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat, ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku. (QS. Ibrahim: 40)

Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar. (QS. Luqman: 14)

Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (QS At Tahrim: 6)

Hidup Adalah Seni Menjadi Stranger (Sebuah Perjalanan Mengenal Career Class)

Saat aku udah mulai stuck , biasanya aku akan "berkelana" menjadi stranger. Masuk ke lingkungan yang benar-benar baru, nggak ada t...