Aku menemukan sebuah video di Instagram yang memperlihatkan di hutan Amazon di bawah pepohonan, ada seekor kura-kura berdiam diri sementara sekelompok kupu-kupu hinggap di sudut matanya. Sayap mereka bergetar pelan, seolah sedang menari di atas wajah reptil tua itu. Tapi ternyata kupu-kupu itu sedang mengisap air mata kura-kura
Aku mencari lebih jauh tentang hal itu dan aku baru mengetahui bahwa fenomena ini punya nama ilmiah yang indah: lakrifagi. Dari bahasa Latin lacrima (air mata) dan phagein (memakan), istilah ini menggambarkan perilaku kupu-kupu yang mengisap air mata kura-kura untuk mendapatkan garam dan mineral yang tak mereka temukan cukup dari nektar bunga.
Para peneliti di Amazon mendokumentasikan fenomena ini, dan ternyata ia bukan kebetulan. Bagi kupu-kupu, air mata kura-kura adalah nutrisi tambahan yang menyelamatkan hidup mereka.
Yang menarik, kura-kura biasanya tidak terusik. Ia membiarkan kupu-kupu itu menempel, seakan mengerti bahwa ada kehidupan lain yang sedang ia dukung. Dari satu tetes air mata, tercipta hubungan unik antara dua makhluk yang sama sekali berbeda.
---
Aku menatap video yang merekam peristiwa ini berkali-kali, bukan hanya karena keanehannya, melainkan karena sesuatu dalam hatiku yang ikut tersentuh. Betapa alam punya cara aneh untuk menyampaikan pelajaran.
Air mata, yang dalam kehidupan kita sering dimaknai sebagai tanda kelemahan, duka, atau bahkan rasa kalah, ternyata bisa menjadi sumber kehidupan. Apa yang biasanya dianggap sebagai akhir daya tahan, di dunia kupu-kupu justru menjadi awal keberlangsungan hidup.
Ada sesuatu yang menyadarkanku. Bahwa kesedihan tidak selalu sia-sia, bahwa kerentanan tidak selalu berarti hancur, dan bahwa memberi tidak selalu membutuhkan kekuatan, kadang justru lahir dari sisi paling rapuh diri kita.
---
Kita, manusia, sering terburu-buru menyeka air mata. Kita malu terlihat lemah, seakan tangis adalah noda yang harus disembunyikan. Kita lupa bahwa menangis adalah bentuk paling jujur dari menjadi manusia.
Pernahkah kamu merasakan betapa lega hati setelah menangis, meskipun masalah tidak serta-merta selesai? Ada sesuatu yang terurai dalam tiap tetes air mata, seolah tubuh sedang menciptakan ruang baru untuk menampung harapan. Mungkin, di situlah lakrifagi kehidupan bekerja: ketika kita menangis, bukan hanya kita yang merasa lebih ringan, tapi orang lain pun bisa belajar atau bahkan terinspirasi dari kerentanan kita.
Bukankah ada banyak cerita di mana kesaksian orang yang pernah hancur justru menguatkan orang lain? Bukankah sering kita merasa dekat dengan seseorang, bukan karena ia selalu tampak kuat, melainkan karena ia pernah berani menunjukkan luka?
Seperti kura-kura yang membiarkan kupu-kupu menyesap air matanya, kadang yang paling manusiawi yang bisa kita lakukan adalah mengizinkan orang lain menemukan sisi rapuh kita.
---
Aku jadi ingat percakapan dengan seorang teman yang sedang melalui masa sulit. Ia berkata, “Aku capek selalu kelihatan kuat. Aku ingin sekali bisa menangis tanpa takut dihakimi.” Kata-katanya terucap ringan tapi terasa dalam. Betapa banyak dari kita yang dipenjara oleh ekspektasi: harus tangguh, harus tegar, harus baik-baik saja. Padahal, tak ada yang benar-benar baik-baik saja sepanjang waktu.
Mungkin kita perlu belajar dari kura-kura. Tidak semua kerentanan harus ditutup rapat. Tidak semua air mata harus disembunyikan. Ada waktunya membiarkan orang lain menyaksikan, bahkan “mengisap” kekuatan darinya. Karena pada akhirnya, hidup ini bukan soal selalu kuat sendirian, melainkan soal berbagi ruang, bahkan ruang yang lahir dari kesedihan kita.
---
Lakrifagi mengajarkan satu hal sederhana namun sulit dipraktikkan: jangan buru-buru menolak luka atau kesedihan. Sebab bisa jadi, justru dari situlah lahir sesuatu yang memberi makan jiwa, entah jiwa kita sendiri atau jiwa orang lain.
Air mata tidak selalu tanda kekalahan. Kadang, ia adalah bentuk paling murni dari cinta, kepedulian, atau bahkan keberanian. Seperti kura-kura yang diam, tak melawan, meski matanya dihisap, mungkin ada kalanya kita pun perlu berdiam dan membiarkan pengalaman menyakitkan itu berlangsung. Karena di baliknya, ada kehidupan yang sedang terus berlanjut dan mungkin, ada kupu-kupu yang sedang bertahan berkat air mata kita.
Dan bukankah itu indah? Bahwa di dunia yang keras ini, kesedihan tidak selamanya sia-sia. Bahwa di tengah luka, masih ada ruang bagi kehidupan lain untuk tumbuh.
Air mata yang menyuburkan hidup, itulah warisan kecil yang bisa kita tinggalkan. Sebuah kebermanfaatan meski di tengah luka.
1 September 2025