Monday, 4 August 2025

Tentang Seorang Kakak yang Selalu Siaga

Saat aku menulis ini, kamu sedang terbaring di ruang ICU, dan aku tak bisa berada di sisimu. Padahal ada begitu banyak hal yang ingin aku ucapkan. Maka biarkan malam ini aku bicara melalui jemariku, sebagai seseorang yang hatinya penuh rindu dan syukur ditakdirkan sebagai adikmu.

...

Sejak kecil sampai sekarang, kamu selalu jadi orang yang paling siaga. Waktu aku masih SD sampai SMP, saat itu kita tinggal bertiga di rumah. Bapak dan Mama udah pindah kerja, Mas Adi masih kuliah di Bandung, jadi tinggal kamu, aku, dan mbak Antik, yang waktu itu masih sekolah, dan kamu sedang kuliah. Kamu yang selalu jemput aku pulang sekolah. Kamu cari jadwal kuliah yang katamu ga akan tabrakan dengan jam pulang sekolahku, juga jam lesku, kamu selalu pastikan kalau kamu pasti bisa antar-jemput aku. Kamu tidak pernah bilang itu pengorbanan, tapi aku tahu sekarang: itu bentuk perhatian dan kasih sayang yang besar.


Waktu dunia ini belum ada internet, kamu mengajakku ke tempat persewaan buku. Dari aku pinjam Bobo, Donal bebek, Conan, Smurf, Witch, majalah remaja, Chicken Soup for the Soul, sampai buku atau majalah yg isinya inspirasi kehidupan, wkwk itu semua aku lalui bersama kamu. Mengajak sewa buku itu sederhana, menyewa buku itu ga mahal, tapi ternyata hal yang tidak mewah itu membuat aku tumbuh dengan berani bermimpi dan selalu belajar berempati. Hal yang ternyata saat ini tidak mudah ditemui.


Waktu aku gagal masuk kelas bahasa inggris di SMA, kamu yang mengantarku mengambil hasilnya, kamu nggak marah atau kecewa, atau menghiburku yang gimana-gimana, kamu cuma bilang "gapapa berarti bukan rezekimu, kamu kan dari SD selalu dapat yg kamu kejar di sekolah, jadi gapapa kalau sekali-sekali ga dapat, Allah cuma lagi ngasih tahu kamu gimana rasanya kalau ga dapat yg kamu minta supaya nanti suatu saat kamu dapat yang lebih, syukurmu jadi tambah besar." Mungkin kamu udah lupa apa yang kamu bilang tapi kata-katamu jadi penguatku sampai sekarang tiap aku menemui sesuatu yang ga sesuai harapanku.


Sampai aku dewasa, kamu tetap menjadi orang yang paling cepat datang kalau aku butuh. Saat aku pulang atau pergi merantau, kamu yang mengantar dan menjemput ke bandara atau stasiun. Bahkan saat aku ditempatkan di Lampung, kamu yang mengantar mobil ke sana agar aku bisa lebih leluasa. Dan ketika aku mau cuti melahirkan saat pandemi COVID, kamu yang menjemput aku pulang dari Lampung. Kita menempuh perjalanan jauh naik mobil, dan meski dunia terasa genting, aku merasa aman karena kamu yang nyetir.


Kamu juga yang sigap untuk anak-anakku. Setiap kali mereka sakit, dan aku jauh, kamu yang selalu datang dan mengantar mereka ke rumah sakit, meski di tengah malam. Sama halnya ketika Bapak sakit. Kamu datang dalam sekejap. Kemudian kamu mijit Bapak jam satu pagi, jam tiga pagi, seolah kamu tidak kenal lelah. Waktu kamu lulus kuliah kamu ditawarin Bapak lanjut S-2 tapi kamu ga mau, kamu bilang kamu mau hidup di desa aja, supaya dekat orang tua, supaya kamu bisa siaga kalau Bapak dan Mama butuh apa-apa. Kamu ga peduli meski dibilang sarjana tapi kok di sawah, sarjana tapi kok pilih di kandang, sarjana tapi kok ga kemana-mana. "Memangnya kenapa, yang penting halal" adalah jawaban andalanmu.


Suatu hari aku bilang kalau aku mau daftar CPNS yang penempatannya seluruh Indonesia, awalnya aku ragu tapi kamu semangat banget, kamupun bilang "lanjut Na, tenang aja Bapak sama Mama nnt yang ngurus aku" sampai akhirnya aku diterima dan ditempatkan dari satu kota ke kota lain, dari satu pulau ke pulau lain, itu adalah kata-kata yang selalu kamu bilang setiap kita pisah di stasiun atau bandara sampai sekarang.


Meski kamu totalitas pada keluarga, kamu tidak pernah melupakan keluarga intimu, istrimu dan anak-anakmu. Meski terlihat keras sebenarnya hatimu tidak sekeras itu, buktinya kamu tetap jadi idola bagi anak-anakmu, entah bagaimana anak-anakmu kalau ditanya ingin jadi apa, jawabannya "ingin seperti Abi".


Kamu tidak pernah menunggu diminta tolong. Kamu selalu datang lebih dulu, hadir sebagai penjaga yang tidak pernah minta ucapan terima kasih. Tapi hari ini, izinkan aku bilang: terima kasih. Untuk setiap jemputan, pijatan, pelukan, dan ketulusan yang kamu berikan tanpa syarat.


Aku tahu, kamu tidak suka menjadi pusat perhatian. Tapi kamu harus tahu: kamu adalah pusat dari banyak hal baik dalam hidupku. Dalam hidup keluarga kita.


Sekarang, tubuhmu sedang beristirahat lebih lama di atas tempat tidur yang dingin di ruangan asing itu. Tapi aku tahu hatimu sedang berjuang. Dan dari jauh, aku menjaga kamu lewat doa-doa yang tidak putus.


Pulanglah, kamu yang selalu siaga. Dunia kami terasa senyap tanpamu. Rumah ini menunggumu. Aku menunggumu. Bukan hanya sebagai adik, tapi sebagai seseorang yang ingin sekali membalas semua kebaikanmu, meski aku tahu, itu tidak akan pernah cukup.


Ya Allah sembuhkanlah, sehatkanlah, Mas Bambang, kakak pertamaku, yang menemani banyak hal pertama dalam hidupku

Minahasa Utara, 4 Agustus 2025

No comments:

Post a Comment

Merdeka Menulis

Ada hari-hari ketika aku membuka dokumen kosong, mengetik beberapa kalimat… lalu menghapus semuanya. Bukan karena aku tak punya cerita, tapi...