Ada sebuah naskah yang tak ditulis oleh tangan manusia. Ia tidak tercetak dalam tinta, tidak pula diumumkan lewat pengumuman resmi. Tapi naskah itu hidup—mengalir dalam setiap detak jantungku, dalam kelelahan yang tak pernah aku umumkan, dalam cinta yang aku titipkan di punggung tangan setiap kali melihat anak-anakku tertidur setelah aku meninabobokan meski berada ribuan kilometer dari mereka.
Naskah itu pernah menuliskan:
Bahwa aku akan jauh dari anak-anakku untuk menegakkan keadilan.
Bahwa aku akan mencintai pekerjaanku, bahkan saat tubuhku ingin menyerah.
Bahwa aku akan duduk dalam ruang sidang, menjadi tegas tapi harus tenang, menjadi berimbang tapi tidak boleh bimbang, kemudian harus mengadili tanpa menghakimi.
Bahwa aku akan menjadi perempuan yang berdiri di tengah kehidupan—bersama sosok lelaki yang mengajariku tetap tersenyum dalam setiap keadaan, bahkan bisa tertawa bersama menertawai diri kami sendiri, yang dengan percaya diri selalu pulang beberapa kali setahun dengan keyakinan: gapapa, pasti ada, pasti cukup, karena meski tabungan menipis ternyata Allah selalu memberi rasa cukup di dalam hati selama berasal dari yang baik dan untuk sesuatu yang baik.
Dan kini… halaman berikutnya sedang dibuka.
Belum aku lihat tempatnya. Belum aku tahu kapan keputusan itu diberikan. Tapi aku yakin Allah sudah menetapkannya.
Belum aku tahu di kota mana aku akan menapak…
Tapi setiap aku lihat ke belakang, aku tahu Dia tak pernah salah meletakkan takdir. Jadi, kenapa harus risau?
Jika aku ditempatkan lebih dekat dengan anak-anak, itu berarti hatiku sudah cukup untuk diuji dalam jarak dan perpisahan.
Jika aku tetap jauh, itu berarti ada cahaya yang Allah titipkan padaku, untuk menerangi tempat yang lebih membutuhkan keadilan, dan Allah ingin aku yang mewujudkannya di sana, melalui goresan pena yang didahului perenungan yang dalam.
Apapun yang tertulis nanti…
Itu bukan hasil dari rapat pimpinan semata.
Itu bagian dari naskah besar yang Allah tulis, yang pasti terbaik untukku.
Maka aku harus membaca naskah itu dengan iman.
Aku harus menjalani bab berikutnya dengan syukur dan sabar.
Dan suatu saat nanti ketika aku menengok ke belakang lagi, aku akan berkata:
“Ya Allah… ternyata Engkau benar-benar memberi jalan terbaik untukku.”
Sama halnya seperti hari ini, saat aku begitu mensyukuri menjalani langkah pertamaku di sini. Tempat di mana aku punya banyak waktu untuk melihat setiap perkara dengan lebih mendalam, untuk belajar membawa diri dengan baik, dan untuk memahami banyak hal secara menyeluruh. Semua tidak akan aku dapatkan jika aku berada di tempat yang dekat dan beban yang padat.
Di manapun nanti, percayalah pasti yang terbaik untukku, untuk kamu, untuk kita.
-------------------
Ditulis saat dag dig dug, menunggu naskah di atas kertas berjudul: TPM
Boalemo, Mei 2025
"Dan berdoalah: Ya Tuhanku, tempatkanlah aku pada tempat yang diberkati, dan Engkau adalah sebaik-baik Yang memberi tempat"
(QS. Al Mu'minun: 29)
No comments:
Post a Comment