Sunday 2 April 2017

Menguatkan Sinyal-Sinyal Rezeki

Setiap orang memiliki fasenya masing-masing. Kita terkadang membandingkan diri kita dengan orang lain. Kita melihat si A sudah bekerja di suatu perusahaan ternama atau si B sudah menikah dan memiliki seorang bayi yang mungil dan lucu.

Mencari lebih nya seseorang tidak akan ada habisnya jika hanya materi yang jadi tolak ukur utama. Sebaliknya, bila kita merubah sudut pandang dengan merasa cukup terhadap apa yang kita punya, maka kita akan hidup dengan dipenuhi rasa syukur. Ketika melihat A sudah bekerja, rasanya ikut senang melihat A mendapatkan mimpinya, ia pasti telah berjuang dengan keras, alhamdulillaah aku bisa belajar banyak dari perjuangannya. Ketika melihat B sudah menikah dan memiliki anak, kita ikut bergembira atasnya dan mendoakan mereka jadi keluarga yang diridhoi Allah, alhamdulillaah mungkin Allah memberikan aku waktu lebih agar kumanfaatkan waktu yang ada untuk berbakti penuh pada orang tua.

Usia, Rezeki, dan Jodoh adalah Takdir yang sudah ditetapkan 


Semua telah tertulis jauh sebelum kita lahir ke dunia. Tidak akan ada yang luput. Seseorang tidak akan meninggal hingga dicukupkan seluruh rezeki yang telah digariskan baginya. Sebenarnya justru rezekilah yang mencari kita. tinggal bagaimana kita menjadi pribadi yang siap menjemput rezeki. Maka jangan takut tidak mendapat rezeki, tetapi takutlah jika kita tidak mengenal siapa Pemberi Rezeki. Takutlah tidak tahu bagaimana cara yang benar menjemput rezeki, tidak tahu syukur atas rezeki yang kita nikmati, tidak bersabar ketika Allah menahan rezeki yang ingin kita miliki, tidak ikhlas ketika Allah mengambil apa yang dititipi.


“Allah tidak merubah nasib suatu kaum jika ia tidak merubah nasibnya sendiri"



Rezeki sudah ada, Allah sudah ciptakan dan sediakan tempatnya.
Tinggal kita yang merubah diri kita.
Berubah
dari abai menjadi patuh,
dari malas menjadi rajin,
dari lalai menjadi taat,
dari lupa menjadi ingat.


Maka Allah akan menuntun. Allah akan memngaruniai kita sebuah kecenderungan hati. Keinginan kita akan menginginkan apa yang sudah ditetapkan. Diri kita akan bergerak menuju apa yang telah disediakan. Sama rasanya seperti orang yang sedang dituntun. Yang tadinya tidak mungkin menjadi mungkin, yang tadinya tidak bisa menjadi bisa. Sehingga membuat kita bekerja, atau belajar, atau berjuang menjadi tenang, tidak resah.


Jika kita tidak taat, lalai sholat, enggan sedekah, bahkan ke masjid pun jarang, dengan mudah Allah akan mencabut ketenangan hati kita. Hati rasanya akan lelah sekali. Meskipun dunia ada di tangan tetapi hati tak jua tenang. Mendapat rezeki tapi tidak ada harganya. Memiliki semuanya tapi tidak menikmatinya. Mirip seperti anak kecil yang merengek minta petasan. Ia bersikeras merengek di pasar agar dibelikan petasan. Jika bisa, petasan terbesarlah yang ia bawa pulang. Tetapi ketika hendak dinyalakan, ia mundur, ia suruh orang lain menyalakannya. Ketika petasan sudah dinyalakan, ia pun sembunyi menutup telinganya, dan orang lain yang menikmati dan melihatnya.


Banyak manusia seperti itu.
Pontang - panting setiap hari tapi tidak mendapat apa-apa. Hampa.
Kita mencari kesibukan dan kesenangan di luar sana. Kita mencari kebahagiaan hingga jauh kesana, padahal kebahagiaan tak pernah kemana mana. Ia ada dalam hati kita.
Hati yang tenang dan penuh iman.


Apa yang menjadi milik kita, tidak akan menjadi milik orang lain, karena rezeki tidak mungkin tertukar. Jangan lupa bahwa rezeki itu amat luas. Bukan hanya materi, tapi kebahagiaan dikelilingi keluarga yang menyayangi, banyak teman yang menemani, punya rasa aman dan nyaman saat bangun di pagi hari, bahkan sebuah tidur nyenyak di malam hari, pun adalah rezeki. Semua yang ada pada kita adalah rezeki dari Allah.


Rezeki ada dimana-mana, jika masih merasa kurang, mungkin "sinyal" kita yang bermasalah. Sudah yakinkah kita dengan rezeki yang akan datang? Sudah syukurkah kita pada rezeki yang sudah ada?

 Rezeki sudah diberikan oleh Allah, sudah diatur dan tersebar dengan luas, untuk menemukannya kita butuh badan yang tak kenal lelah, jiwa yang kaya syukur dan hati yang penuh ikhlas.



Hari ini kamu kelelahan menjemput rezekimu.
Esok hari, rezeki yang menjemputmu, mengejarmu.
Berlelah-lelahlah, hingga rasa lelah kelelahan mengikutimu
-Prawita Mutia-


Minggu kesepuluh dalam 1Minggu1Cerita
Yogyakarta, 2 April 2017

1 comment:

  1. Masya Allah..
    Suka sekali sama tulisannya.Kadang2 kita manusia lupa bersyukur. Syukur punya keluarga yang sayang kita, punya teman unt berbagi,dan bs tidur tenang di malam hari. Nikmat yang sungguh luar biasa.
    Iyah, sy sering lupa itu T_T terima kasih sdh diingatkan kembali

    ReplyDelete

Hidup Adalah Seni Menjadi Stranger (Sebuah Perjalanan Mengenal Career Class)

Saat aku udah mulai stuck , biasanya aku akan "berkelana" menjadi stranger. Masuk ke lingkungan yang benar-benar baru, nggak ada t...