Ada banyak cara Allah menyampaikan pelajaran hidup.
Kadang lewat manusia yang bijak, kadang lewat peristiwa yang mengguncang, dan kadang tanpa kita duga lewat seekor ikan kecil bernama salmon.
Out of no where. Tiba-tiba terbersit dalam pikiranku tentang ikan salmon. Lalu aku mencari tahu tentang cara hidup ikan salmon.
Salmon ternyata tidak tinggal di satu tempat seumur hidupnya.
Ia lahir di air tawar, di sungai-sungai yang tenang. Tapi sejak awal, hidupnya sudah dipenuhi perpisahan. Saat usianya cukup, ia akan meninggalkan tempat kelahirannya dan berenang ke laut lepas.
Laut itu luas, asing, dan tak ramah.
Salmon akan menempuh jarak ribuan kilometer, menyusuri samudra selama bertahun-tahun untuk tumbuh dan bertahan. Ia belajar hidup di dunia yang keras. Ia mengejar makanannya, menghindari pemangsa, melewati arus besar yang tak bisa diprediksi.
Ikan salmon biasanya menempuh jarak migrasi dari laut ke tempat asalnya di sungai sejauh sekitar 1.000 hingga 1.400 kilometer. Selain jarak yang sangat jauh, salmon juga harus mendaki ketinggian hingga 2.100 meter dari permukaan laut untuk mencapai lokasi pemijahan mereka. Perjalanan ini termasuk salah satu migrasi terberat di dunia hewan karena salmon harus berenang melawan arus sungai yang deras dan menghadapi berbagai rintangan seperti predator dan kondisi lingkungan yang sulit
Satu hal yang tak berubah dari ikan salmon yaitu tujuannya.
Menurut riset oleh Dittman & Quinn (1996) dalam jurnal Nature, salmon muda belajar mengenali bau khas air sungai asalnya sebelum migrasi ke laut, sehingga saat dewasa mereka dapat menggunakan memori bau tersebut untuk kembali ke tempat lahirnya. Proses ini bersifat permanen dan sangat penting untuk navigasi dan kelangsungan hidup salmonsalmon memiliki sistem penciuman yang luar biasa tajam. Sejak kecil, ia menghafal "bau" khas sungai tempat ia dilahirkan.
Bau itu tak sekadar aroma, melainkan kompas biologis yang tersimpan dalam sistem sarafnya. Di tengah laut yang tak mengenal arah, bau itu menjadi panggilan sunyi yang akan menuntunnya pulang.
Dan ketika tiba waktunya, salmon akan kembali.
Ia berenang melawan arus. Melompat di antara jeram dan bebatuan.
Tubuhnya luka-luka, sisiknya mengelupas, siripnya terkoyak. Tapi ia tetap bergerak. Ia tidak kembali untuk bersantai. Ia tidak pulang karena tempat asalnya nyaman. Ia pulang untuk menyelesaikan satu misi terakhir: meneruskan kehidupan.
Salmon bertelur di tempat ia dilahirkan. Lalu mati.
Namun kematiannya bukan akhir yang sia-sia. Tubuhnya yang membusuk menjadi nutrisi bagi tanah dan air, memberi makan tumbuhan air, serangga, bahkan benih yang ia tinggalkan. Sungai menjadi hidup kembali karena pengorbanannya.
Sebagian dari kita mungkin bertanya, mengapa harus sejauh itu? Mengapa tidak menetap saja di laut yang luas? Mengapa harus kembali ke tempat yang dulu, hanya untuk mati?
Tapi di situlah letak pelajarannya.
Salmon tidak memilih jalan termudah.
Ia memilih jalan yang sesuai dengan tujuannya, meski itu jalan yang sulit sekalipun.
---
Kita hidup dalam zaman yang begitu cepat berubah. Banyak dari kita merantau, pindah kerja, membangun karier di tempat yang jauh dari tanah kelahiran. Kadang, pulang jadi sesuatu yang asing. Kita bahkan bingung, ke mana sebenarnya arah “pulang” itu? Apakah tempat yang dulu kita tinggalkan masih menerima kita? Apakah kita masih diingat?
Tapi mungkin, seperti salmon, kita tidak perlu pulang untuk dimanjakan.
Kita pulang untuk kembali.
Untuk menanam benih baru.
Untuk menyelesaikan cerita yang belum selesai.
Mungkin pulang bukan soal kembali ke rumah secara fisik.
Pulang bisa berarti menyapa orang tua lewat suara yang hangat.
Mendoakan tanah tempat kita tumbuh.
Mengajarkan nilai hidup yang kita warisi dari tempat asal kepada anak-anak kita, meski mereka tumbuh di tanah berbeda.
Dan kadang, pulang juga berarti mengakhiri siklus dalam hidup kita dengan damai.
Karena kita sadar kita sedang berada dalam perjalanan untuk "pulang".
Salmon mengajarkan bahwa hidup bukan sekadar soal bertahan. Tapi juga tentang keberanian untuk menempuh jalan pulang, meski menyakitkan.
Tentang membayar betapa besarnya kebaikan Pencipta kepada kita yang telah memberi kita kehidupan.
---
Salmon mengajarkan bahwa luka bisa jadi bagian dari perjalanan.
Bahwa tubuh yang lelah dan terkoyak bisa tetap bermakna.
Bahwa akhir bukan hanya tentang berhenti, tapi tentang melanjutkan kehidupan.
---
Hari ini, jika kamu merasa letih, tersesat, atau sedang menempuh jalan pulangmu sendiri—ingatlah salmon.
Ia bukan makhluk paling kuat di lautan. Tapi ia punya tujuan yang tak bisa digoyahkan.
Pulang, baginya, adalah bentuk cinta yang paling utuh.
Cinta itu melahirkan keberanian untuk mewariskan kehidupan terbaik
Dan bukankah, di ujung segala perjalanan, kita semua ingin pulang?
Entah itu ke rumah, ke diri sendiri, atau ke Tuhan. Dengan hati yang damai, dan jiwa yang tahu: aku sudah menunaikan tugasku.
---
Aku pun termenung barangkali selama ini aku salah. Manusia itu tidak lahir seperti lembar kosong. Fitrahnya manusia adalah kembali kepada Tuhan-Nya. Manusia lahir dengan "blueprint" untuk beriman kepada Yang Menciptakannya.
Sudahkah kita siap untuk pulang ke titik awal kita?