"Dunia ini seperti membangun rumah bagi orang yang tak akan pernah menempatinya, dan mengumpulkan harta bagi orang yang tak akan pernah memilikinya"
Itulah kalimat yang terlintas di pikiranku ketika kemarin datang melayat ibu dari seorang teman. Dalam sunyi dan doa, aku menyadari bahwa: kita hidup di dunia ini seperti sedang tinggal di rumah sewa—nyaman untuk sesaat, tapi bukan milik kita selamanya.
Ada orang yang menghabiskan hidupnya membangun rumah impian, membeli tanah, menyusun batu bata dengan hati-hati. Tapi sebelum sempat menempatinya, usianya sudah habis. Ada pula yang sibuk mengejar harta, bekerja siang malam demi mengumpulkan angka di rekening. Tapi sebelum bisa menikmati semuanya, hidupnya telah usai.
Begitu banyak energi kita curahkan untuk memperindah dunia,
menyusun rencana-rencana, mengejar pencapaian, dan meraih pengakuan. Tapi ada
satu kebenaran yang sering datang hanya dalam sunyi, dalam merenungi kepergian
seseorang, atau dalam perenungan yang jujur: bahwa semua ini,
akhirnya, akan kita tinggalkan.
Rumah kita yang sebenarnya bukan di sini. Dan harta kita
yang sesungguhnya bukan yang kita simpan, melainkan yang kita tinggalkan dalam
bentuk kebaikan. Rumah, harta, dan apapun yang kita kejar kelak hanya akan
menjadi sesuatu yang tidak ada artinya jika tidak dilandasi iman dan kebaikan.
Ada tiga hal yang akan tetap tinggal saat kita pergi:
- Sedekah
jariyah
Sedekah bisa dalam bentuk apapun dan nominal berapapun sepanjang diniatkan karena Allah dan untuk kebaikan di jalan Allah.
- Ilmu
yang bermanfaat
Ilmu bermanfaat itu bukan sekedar ilmu yang terdaftar di kurikulum, nilai kehidupan yang selaras dengan iman pun juga ilmu, bahkan tulisan-tulisan kita di sosial media yang meninggalkan manfaat itu juga ilmu.
- Anak-anak
yang sholih
Dengan menyadari bahwa dunia ini
akan kita tinggalkan selamanya maka ketika menjadi orang tua, cara kita
memandang anak kita pun menjadi berbeda, ternyata hidup sukses kaya raya
bukanlah tolak ukur keberhasilan orang tua, tetapi keberhasilan adalah ketika anak tumbuh dalam
iman dan kebaikan, maka apapun jalan hidup yang dipilih pasti akan menjadi
berkah baginya, dan juga bagi orang tua yang mendidik nilai-nilai kehidupan
pada anaknya.
Ketiganya adalah warisan yang hidup ketika nama kita tak lagi disebut-sebut. Dan ketiga hal itu punya persamaan, yaitu adanya keberlanjutan dan kebermanfaatan. Ada "estafet" dari diri kita pada sekitar kita.
Hal-hal demikianlah yang seharusnya bisa membuat kita
menjalani hari-hari ini bukan dengan tergesa, tapi dengan utuh dan penuh
kesadaran, karena ada "misi" yang hendak kita jalankan. Namun di tengah hiruk pikuk dunia, kadang secara tidak sadar kita
berpikir bahwa: kalau dunia ini cuma sebentar, untuk apa terlalu peduli
dengan orang lain?
Justru karena sebentar, kita harus menjalaninya dengan
sebaik-baiknya. Menjaga sikap, menjaga amanah, menjaga kata dan perbuatan,
menjaga dari mana harta kita dapatkan dan ke mana dibelanjakan, dsb. Karena
cara kita hidup—meski tak kekal—bisa menjadi warisan tak ternilai bagi
orang-orang yang kita cintai.
Dunia inilah tempat satu-satunya kita menyiapkan bekal untuk
pulang ke rumah kita yang sesungguhnya. Bukankah hal itu seharusnya membuat
kita bersemangat untuk hidup? Karena setiap kita membuka mata di pagi hari
artinya, "aku masih diberi kesempatan satu kali lagi".
...
Hidup ini singkat.
Terlalu singkat untuk dijalani tanpa arah.
Justru karena singkat,
setiap detik adalah ladang—tempat kita menanam benih manfaat
karena manfaat itulah bekal yang bisa dibawa bersama jasad.
Kita tidak menetap,
kita hanya penyewa
Namun semoga, selama singgah,
kita sempat menumbuhkan nilai dengan sungguh,
sempat meninggalkan jejak
yang terus hidup meski kita telah terkubur pada tanah yang dipijak.
Sebab warisan iman dan amal kebaikan—
itulah yang akan mempertemukan kita kembali:
dengan keluarga, sahabat,
dan jiwa-jiwa baik yang pernah menyentuh hidup kita.
Mari kita perbaiki niat kita dalam mengejar dunia
Mari kita tanam nilai-nilai dan amal-amal itu,
di tempat yang kita tinggali sementara
demi suatu hari di mana kita berkumpul kembali—
di tempat yang (bisa) kita tinggali selamanya.
_______________________________________
Ketahuilah bahwa kehidupan dunia itu hanyalah permainan, kelengahan, perhiasan, dan saling bermegah-megahan di antara kamu serta berlomba-lomba dalam banyaknya harta dan anak keturunan.
(QS. Al Hadid: 20)---Dan, carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (pahala) negeri akhirat, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia. Berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan(QS. Al Qashash: 77)