Sunday 26 February 2017

Prioritas

Beberapa bulan ini saya hampir jarang menghabiskan waktu di rumah saat weekend. Kalaupun di rumah, saya hanya bisa satu hari saja, kemudian esok paginya sudah harus kembali ke Yogyakarta. Meski di rumah, kadang pikiran saya tidak di rumah, saya justru banyak kepikiran program-program kerja yang belum selesai, atau kendala-kendala di dalamnya, apalagi ada program kerja cukup besar di penghujung kepengurusan, yaitu Seminar Nasional dan Workshop. Dalam beberapa hal saya sering punya kekhawatiran berlebih, khawatir jikalau sesuatu berjalan tidak sesuai yang seharusnya hingga dapat menyita sebagian besar pikiran saya. Di samping itu, di luar dugaan, jadwal Kelas Inspirasi yang tadinya hari Selasa berubah menjadi weekend, maka praktis, satu weekend saya berkurang lagi untuk bisa dihabiskan di rumah, Belum lagi tesis yang harus segera saya susun demi seminar proposal dalam waktu dekat Insha Allah.

Sejak hari Kamis yang lalu, tiba-tiba saya berkeinginan untuk menyempatkan pulang ke rumah meskipun bukan weekend, tapi saya urungkan karena melihat beberapa persiapan acara Workshop hari Sabtu (25/2) kemarin yang harus dilaksanakan. Sabtu pagi, Mama tiba-tiba menyampaikan di grup keluarga agar semua ke rumah Klaten. Padahal sebelumnya kakakku sudah menyampaikan kalau weekend ini tidak bisa ke rumah Klaten, tapi Mama tetap mengatakan kami semua harus pulang malam minggu kemarin. Saya pun menyampaikan berhubung ada acara Workshop sehari penuh, maka saya baru bisa pulang ke Klaten setelah Maghrib.

Sesampainya di rumah, mobil Bapak tidak berada di tempat biasanya. Saya berpikir mungkin Bapak sedang pergi. Tapi ketika masuk rumah, ternyata Bapak ada di rumah sedang berkumpul bersama kakak-kakakku yang sudah sampai lebih dulu. Maka saya pun berpikir ada yang tidak beres dengan mobilnya.

Saya menanyakan hal itu ke mama, dan saya baru tahu kalau ternyata hari Jum'at kemarin Bapak mengalami kecelakaan sampai pintu mobil terlepas. Saya kaget kecelakaan seperti apa yang membuat pintu mobil bisa rusak separah itu. Ternyata singkat cerita ketika Bapak parkir, dan hendak turun dari mobil, pintu yang sedang terbuka, tertabrak kendaraan lain yang sedang melintas. 

[Bapak memang masih bisa menyetir mobil sendirian, tetapi secara fisik, Bapak sebenarnya tidak cukup sehat. Beliau punya penyakit diabetes, dan syaraf kejepit di pinggang, jadi agak susah untuk berubah posisi dari duduk ke berdiri atau sebaliknya. Kalau jalan, beliau masih mampu tapi dalam jarak dekat saja]


Padahal biasanya jika jauh sedikit, Bapak akan minta diantar saya, Mas Bambang (kakak pertama saya) atau Mama. Tapi jika Bapak sampai berangkat sendiri berarti memang tidak ada yang bisa mengantar. Dalam hati, saya sedikit menyesal kenapa kemarin saya tidak pulang ke rumah :(

____________________________________________________________

Ketika kita semakin dewasa, di saat yang bersamaan, orang tua kita bertambah tua. Sadar atau tidak, terkadang kita mengesampingkan waktu untuk kedua orang tua karena tuntutan kesibukan kita masing-masing. Hal ini jadi pelajaran pribadi bagi saya, mengenai makna sebuah prioritas.

Saya jadi teringat sebuah buku dari Alanda Kariza, yang berjudul Dream Catcher. Saya membacanya ketika lulus SMA. Tetapi saya kurang lebih masih ingat bagaimana ia menggambarkan dengan bahasa sederhana sebuah makna tentang Prioritas.

Akan ada satu titik ketika ada banyak kegiatan yang menuntut kehadiran kita di waktu yang berdekatan. Tapi bagaimanapun juga, kita memiliki berbagai aktivitas yang harus dipenuhi, tenaga yang terbatas, dan waktu yang harus disisakan untuk bertemu dengan orang yang kita sayang. Yang kita harus ingat adalah ketika kita tidak memilihnya bukan berarti kegiatan itu tidak penting. Kita juga harus ingat bahwa ‘urgent’ itu ga selalu berarti 'penting’. Ada hal-hal yang harus dilakukan lebih dulu, ada hal-hal yang diutamakan, dan ada hal-hal yang penting tapi bisa dilakukan belakangan. Nah, Seiring berjalannya waktu, kedewasaan akan menuntun kita untuk lebih bijak dalam menentukan prioritas dalam hidup

Saya sedang tidak mengatakan bahwa program kerja itu tidak penting dibandingkan orang tua saya. Keduanya penting tetapi saya harus lebih belajar bijak membagi waktu. Ada sesuatu yang bisa kita delegasikan kepada orang lain supaya kita bisa membagi waktu untuk sesuatu yang lain. Saya rasa saya harus belajar mengelola kekhawatiran saya yang berlebihan dan belajar mempercayakan sepenuhnya apa yang sudah saya amanahkan kepada orang lain.

Alhamdulillaah, di saat bersamaan kegiatan saya sudah banyak berkurang, jadi semoga saya bisa semakin bijak lagi membagi waktu dan menentukan prioritas dalam sehari-hari.

*Lagipula kalau saya bisa membagi waktu dengan baik kan saya juga tidak perlu 'membolos' minggu ketiga dan keempat dari 1Minggu1Cerita :)) *kemudian dijitak adminnya ^^

Cerita Minggu Kelima dalam 1Minggu1Cerita
Klaten, 26 Februari 2017

4 comments:

  1. janganlupa nulis ya tiap minggu. Hehehe. #gagalfokus karena nyebut nyebut admin

    ReplyDelete
    Replies
    1. hehehe siapp kaka~~ maaf habis bolos dua kali kemaren :(

      Delete
  2. Menentukan prioritas emang syulit yaa (kalo saya) 😣.

    Salam kenal btw,
    Tatat

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya sulit banget kayak harus pake insting juga. hhe. maaf br balas, saya lama ga buka blog. salam kenal juga :)

      Delete

Hidup Adalah Seni Menjadi Stranger (Sebuah Perjalanan Mengenal Career Class)

Saat aku udah mulai stuck , biasanya aku akan "berkelana" menjadi stranger. Masuk ke lingkungan yang benar-benar baru, nggak ada t...