Monday, 23 June 2025

Di Balik Pijatan yang Kuat, Ada Pijakan yang Jauh Lebih Kuat

Suatu malam setelah menyesuaikan jadwal masing-masing, akhirnya aku bisa menemukan jadwal yang cocok dengan mbak pijat langgananku. Aku senang sekali bisa pijat hari itu. Sekarang aku ingin berbagi cerita tentang dia, yang bukan sekadar tukang pijat biasa.

Tiap kali ia datang, kita seperti berbagi peran, ia membuat tubuhku terasa lebih ringan, dan sepertinya aku membuat pikirannya terasa lebih ringan. Karena sambil tangannya bekerja, mulutnya bercerita, dan kadang matanya berbinar atau berkaca-kaca. Ia bersemangat bercerita tentang masa kecilnya. Juga tentang hidupnya yang tak pernah benar-benar mudah, tapi juga tidak pernah membuatnya menyerah.

Dia anak perempuan pertama dari banyak saudara. Lahir di tengah keterbatasan, tapi sejak kecil sudah terbiasa (harus) berbagi. Dalam dunia yang kadang tak adil, ia tumbuh menjadi seseorang yang tak pernah merasa kekurangan karena hatinya penuh dengan rasa cukup, yang dia artikan bahwa cukup adalah perasaan "ketika bisa memberi".

Kini, di usia dewasanya, dia merupakan seorang istri sekaligus seorang ibu yang bekerja, karena ingin membantu ekonomi keluarga. Ia bekerja dengan tangannya sendiri, memijat dengan ketelatenan yang tak berubah selama hampir tiga tahun aku mengenalnya. Hasil kerjanya tak ia nikmati sendirian. Ia kirimkan kepada orang tuanya, kepada mertuanya, terkadang bila ada lebih ia pun teringat kepada adik-adiknya. Jadi ketika ia cerita tentang liburan atau rezeki lebih, itu bukan tentang dirinya, tapi tentang keluarga, ia selalu ingin membagi sesuatu.

Dari tutur katanya, aku tahu dia bukan sekadar pekerja keras. Dia perencana yang baik. Setiap pengeluaran ia catat, setiap mimpi ia rancang. Bersama suaminya, mereka membangun kehidupan dari nol, sampai akhirnya bisa punya rumah sendiri. Ia bangga, tapi tak membusungkan dada. Ia selalu mengutamakan suaminya. Baginya, ia hanyalah pelengkap. Baginya, suaminya tetaplah pemberi nafkah utama yang akan selalu ia cintai dan ia hormati.

Namun, di balik kekuatannya, aku melihat ketegangan yang sering ia sembunyikan, kelelahan di balik senyumnya. Ia keras pada dirinya sendiri. Seringkali terlalu keras.

Dia terbiasa mengutamakan orang lain, bahkan dalam hal-hal kecil. Ketika aku pernah mengajaknya makan pempek selepas pijat, ia menyisakan potongan terbesar untuk anaknya. Pernah juga ia menolak ajakan makan karena suaminya belum makan, dan ia ingin makan bersama suaminya di rumah.

Aku terdiam. Kagum, tapi juga sedih. Dia begitu besar untuk orang lain, tapi apakah ia memberi ruang yang sama besar untuk dirinya sendiri?

---

Kita sering mengagumi perempuan tangguh seperti itu. Tapi kadang, kita lupa bahwa perempuan juga perlu dipeluk, bukan hanya dipuji karena kuatnya. Mereka perlu diingatkan bahwa mencintai diri sendiri bukanlah bentuk egoisme, tapi bagian dari menjaga agar cinta yang mereka berikan tidak habis di tengah jalan.

---

Untuk Mbak Pijat Profesionalku 😊

Terima kasih untuk ketulusanmu, untuk ceritamu, dan untuk kekuatan yang tanpa sadar kamu wariskan ke sekelilingmu. Tapi izinkan aku bilang:

Tak apa kalau sesekali kamu ingin sesuatu hanya untuk dirimu sendiri. Tak apa kalau kamu merasa lelah dan ingin menangis. Itu bukan kelemahan. Itu bagian dari manusia.

Cintailah dirimu juga, Mbak. Karena kamu juga layak diberi cinta, bukan hanya memberi. Dan dalam segala ketulusanmu untuk terus berjalan, pelan-pelan, langkah demi langkah, yakinlah bahwa tidak ada satu pun yang luput dari penglihatan Allah. Dia tahu setiap pijatan yang kamu berikan dengan niat baik, setiap rupiah yang kamu sisihkan untuk orang lain, setiap langkah pulang dengan kaki pegal tapi hati ikhlas.

Sebab kadang sabar tidak selalu terdengar. Ia tidak menggelegar seperti teriakan. Ia tidak tercatat di bumi tapi tercatat di langit, dalam kerja yang diulang hari demi hari, dalam menahan kata saat ingin marah, dalam memilih pulang saat bisa saja pergi.

Dan justru dalam sabar yang paling sunyi itulah, kamu bisa mencurahkan segala sesuatu kepada-Nya. Selama kamu memiliki-Nya, kamu punya segalanya.

Sekarang aku tahu, pijatanmu kuat karena ternyata pijakan kakimu sudah menapak dengan jauh lebih kuat. 

Semoga hidupmu senantiasa diberkahi. Dan semoga kamu tahu: kamu lebih dari cukup. Kamu sudah luar biasa. 

No comments:

Post a Comment

Merdeka Menulis

Ada hari-hari ketika aku membuka dokumen kosong, mengetik beberapa kalimat… lalu menghapus semuanya. Bukan karena aku tak punya cerita, tapi...